KPK Buka Peluang Hukuman Mati Bagi Tersangka Dugaan Kasus Suap Proyek SPAM

Nasional13 Dilihat

JAKARTA, transparansiindonesia.co.id  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan hukuman mati terhadap tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.

Sebab, terdapat proyek ‎KemenPUPR yang dikorupsi, berkaitan dengan daerah bencana di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Proyek tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan pipa HDPE untuk Palu dan Donggala.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang ‎mengaku bahwa pihaknya sedang mendalami penerapan hukuman mati dalam kasus ini. Menurut Saut, penerapan hukuman mati yang termasuk dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor, dapat digunakan jika para tersangka terbukti melakukan korupsi bantuan bencana.

“Kalau menurut penjelasan Pasal 2 (UU Tipikor), itu kan bisa dihukum mati, kalau korupsinya menyengsarakan orang banyak,” kata Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018), dini hari.

 

‎Pidana mati sendiri tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hukuman pidana mati merupakan terusan dari Pasal 2 ayat 1 tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa.

Secara utuh, Pasal 2 ayat 2 berbunyi, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Pada penjelasan Pasal 2 ayat 2 tertuang bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan pelaku tipikor apabila korupsinya dilakukan dengan empat syarat. Pertama, pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku.

ADVERTISEMENT

Kedua, pada waktu terjadi bencana alam nasional. Ketiga, sebagai pengulangan tipikor (perbuatan korupsi dilakukan berulang-ulang). Keempat, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Baca juga:  Polisi Ringkus Pelaku Penyebar Hoaks COVID-19 di Kelapa Gading

“Ya kalau lihat dari uu paling atas ini, kalau bicara, minimal ada kaitan dengan putusan MK, segala macam tentang sumber daya alam, air, menjadi hal yang penting dari bagian kita, diambil oleh pemerintah untuk menangungjawabi mengurusi itu,” kata Saut.

 

Saut menambahkan, korupsi terkait bencana dapat diterapkan pidana mati berdasarkan salah satu syarat dalam Pasal 2 ayat (2). Namun, sambung Saut, pihaknya masih mendalami penerapan hukuman mati terkait kasus ini.

“Bagaimana ini bisa di korupsi bahkan ada didaerah yang masih bencana, kita lihat dulu, apakah masuk kategori pasal 2 yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasan pasal 2, itu kan,” terangnya.

Sejauh ini KPK baru menetapkan delapan tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.

Empat tersangka dari pejabat KemenPU-PR yakni Kepala Satuan Kerja SPAM, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, serta PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.

Selain empat pejabat KemenPUPR, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, yakni Dirut PT Wijaya Kusuma Ernindo (PT WKE) Budi Suharto, Dirut WKE  Lily Sundarsih Wahyudi, Dirut PT Tashida Sejahtera Perkasa Irene Irma, dan Dirut PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.

Diduga empat pejabat KemenPUPR telah menerima suap untuk mengatur lelang terkait Proyek Pembangunan Sistem SPAM, tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa, dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa  HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Keempat Pejabat KemenPUPR mendapat jatah suap yang berbeda-beda dalam mengatur lelang terkait Proyek SPAM, diduga Anggiat Partunggul Nahot Simaremare menerima 350 juta dan 5.000 Dollar Amerika Serikat, untuk pembangunan proyek SPAM Lampung serta 500 juta Rupiah untuk pembangunan SPAM di Umbulan 3, Pasuruan Jatim.

Baca juga:  Presiden Bank Dunia: Indonesia Akan Buat Iri Mayoritas Negara Di Dunia

Kemudian Meina Woro Kustinah diduga menerima sebesar Rp 1,4 Milliar, dan 22.100 Dolar Singapura untuk pembangunam SPAM Katulampa, sedangkan Teuku Moch Nazar disinyalir menerima Rp.2,9 Milliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu Sulteng, serta Donny Sofyan Arifin menerima Rp.170 Juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Lelang proyek tersebut diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama, PT WKE sendiri diatur untuk mengerjakan proyek bernilai diatas Rp.50 Milliar. Sedangkan PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek dibawah Rp.50 Milliar.

Ada 12 paket proyek KemenPUPR tahun anggaran 2017-2018 yang dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP dengan nilai total RP.429 Milliar. Proyek terbesar yang didapat oleh dua perusahaan tersebut yakni pembangunam SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp. 120 Milliar. Sebagai pihak yang diduga penerima, empat pejabat KemenPUPR disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan pihak yang diduga pemberi Suap, Budy, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupskorupsi, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

(red)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *