DPR Tolak Rencana Pemerintah Naikan Iuran BPJS

Nasional2 Dilihat

Jakarta, transparansiindonesia.co.id — Komisi IX dan XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak rencana pemerintah menaikan Iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri kelas III. Mereka lebih memilih untuk meminta pemerintah menyelesaikan permasalahan data Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau data cleansing agar defisit keuangan penyelenggara Program Jaminan Kesehatan tersebut bisa diatasi ketimbang menaikkan iuran.

Penolakan disampaikan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan mulai 1 Januari 2020 mendatang. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp59 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.

Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno mengatakan penolakan diambil karena pihaknya mengkhawatirkan jika iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk masyarakat golongan PBPU dan bukan pekerja dinaikkan bisa menimbulkan masalah. Pasalnya, sampai saat ini masalah data BPJS Kesehatan belum dibereskan.

Baca juga:  Kamtibmas Polsek Pesanggrahan Bersama Mitra Polsek Pesanggrahan (POKDAR),Melakukan Pengamanan Di Gereja HKBP Petukangan Dalam Ibadah Natal


Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos Andi Dulung yang menyebut sebanyak 16,2 juta peserta PBI BPJS Kesehatan bermasalah. Salah satu permasalahan, mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda.

“Jadi menurut kami ini tidak dinaikkan dulu sampai data cleansing selesai. Karena persoalannya cuma satu, yang kaya masuk PBI kadang-kadang, kemudian yang miskin bayar mandiri, ini yang sekarang terjadi. Jadi data cleansingelesaikan semua,” kata Soepriatno, Senin (2/9).

Selain menolak kenaikan iuran, ia melanjutkan anggota dewan juga mendesak pemerintah mencari cara lain dalam menanggulangi defisit BPJS Kesehatan. Masih terkait data, ia menuturkan DPR mendesak pemerintah memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial yang merupakan basis dari data terpadu penentuan PBI.

Perbaikan ini termasuk penyelesaian terhadap sisa data dari hasil audit dengan Tujuan Tertentu Dana Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit menunjukkan sebanyak 10.654.530 peserta BPJS Kesehatan masih bermasalah.

“Ini yang penting, data cleansingtargetnya kapan berapa lama, karena ini nanti akan kami sinergikan dengan kenaikan iuran, jangan sampai ini salah,” katanya.

Baca juga:  RAPP Raih Penghargaan 'The Best Corporate Social Initiative Programe 2019'

Menanggapi hal tersebut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan perbaikan data bermasalah ditargetkan selesai pada September. Ia menyatakan pemerintah akan melakukan sinergi lintas kementerian untuk upaya perbaikan tersebut.

“Kami perbaiki dengan data yang sudah cleansing dari Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri. Negara bisa hadir untuk masyarakat miskin terutama untuk PBI kelas III. Ini prinsip gotong royong,” tuturnya.

Tak hanya menaikkan iuran, DPR juga meminta pemerintah mengambil kebijakan untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksikan mencapai Rp 32,84 Triliun.

“Kami juga Kementerian Kesehatan untuk secara terus menerus memperbaiki sistem pelayanan kesehatan termasuk pemenuhan infrastruktur dan SDM kesehatan,” tutur Soepriyatno.

Hasil rapat DPR dan pemerintah juga menghasilkan kesepakatan agar BPJS Kesehatan segera menyelesaikan tunggakan pembayaran klaim sehingga pelayanan kesehatan dapat terus berjalan.

“KamijugamendesakBPJS Kesehatan segera menindaklanjuti rekomendasihasilAuditBPKP terkait pencatatan piutangiuransegmenPBPU,” katanya.

 

(red)*