Wagub Kandouw Minta Aparat Hukum Terus Awasi Penggunaan Dana Desa

SULUT5 Dilihat

 Manado/transparansiindonesia – Dana desa (Dandes) yang nilainya mencapai Rp1,161 triliun untuk pembangunan di 1.507 desa se-Sulut dinilai rawan terjadi penyelewengan. Sehingga pengawasan terhadap pengelolaan dan penggunaan anggaran tersebut jadi sangat penting.

 

Hal ini ditegaskan Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw saat membuka Rapat Koordinasi Pelaksanaan Undang-Undang Desa di Hotel Arya Duta Manado, Rabu (6/9) kemarin.

 

“Jangan sampai anggaran desa menjadi mubazir akibat salah penggunaan. Banyak yang masih berpikir dana desa boleh jadi bancakan (hura-hura) dan digunakan oleh kelompok atau pribadi. Saya ingin ini bisa betul-betul diawasi oleh pihak kejaksaan dan kepolisian,” kata Wagub.

 

Dia menegaskan, tidak boleh ada pemotongan terhadap pencairan dana desa. Sebab, dana itu untuk kepentingan masyarakat desa melalui pembangunan di berbagai bidang, baik jalan desa dan lainnya,” tegasnya.

 

Lanjut Kandouw, Pemerintah Provinsi Sulut juga meminta seluruh kepala desa di Sulut dan pihak terkait dapat membuat perencanaan yang matang sebelum mengerjakan proyek pembangunan di desa.

 

“Saya tidak menakut-nakuti. Penggunaan dana desa harus optimal. Contohnya, Dana desa digunakan untuk membangun jalan desa. Jangan hanya membuat jalan yang dekat rumah kepala desa. Dana desa yang baik harus suistainable atau harus bisa berkelanjutan,” tuturnya, sembari mengingatkan penempatan tenaga pendamping desa harus efektif dan efisien. Artinya, lokasi kerja dan domisili pendamping tidak berjauhan.

Baca juga:  Hari Terakhir SMST, Salah Satu Peserta Meninggal Dunia

 

“Saya temukan masih adanya tenaga pendamping desa yang lokasi kerjanya berjauhan dari tempat tinggalnya. Akibatnya jadi tidak efektif. Misalnya, pendamping dari Kabupaten Bolaang Mongondow tetapi ditempatkan di Minahasa. Tentu pengawasan kurang optimal termasuk biaya transportasi yang digunakan tenaga pendamping akan cepat habis,” imbuhnya.

 

Pada kesempatan tersebut, Wagub Kandouw menyerahkan secara simbolis kartu BPJS Ketenagakerjaan kepada para tenaga pendamping desa. Dengan fasilitas itu, setiap peserta BPJS Ketenagakerjaan memiliki sejumlah perlindungan, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP).

 

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulut Mangihut Sinaga menyatakan, Kejati Sulut rencananya akan membuka pos pengaduan di seluruh Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk mengawal penggunaan dana desa.

Baca juga:  Kantor Sinode Didemo, Buntut Belum Dibayarkannya Gaji Karyawan RS Bethesda

 

“Kami akan membuka pos pengaduan di setiap Kejari di Sulut. Masyarakat dapat melaporkan segera setiap penyimpangan penggunaan dana desa yang diketahuinya kepada kami,” tandasnya sembari meminta setiap laporan harus jelas dan lengkap agar dapat segera ditindaklanjuti pihaknya.

 

“Kejaksaan pasti memproses setiap laporan dari masyarakat. Namun laporan yang disampaikan harus jelas. Jangan katanya dan katanya tanpa dilengkapi dengan data dan keterangan. Jika laporannya lengkap, kami pasti menindak tegas dan memenjarakan setiap pelaku yang terbukti menyelewengkan anggaran itu,” bebernya.

 

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DPMDD) Sulut Royke Mewoh menjelaskan, tujuan pelaksanaan rapat koordinasi tersebut untuk melakukan analisa dan evaluasi reguler tentang penggunaan dana desa, program prioritas kementerian desa dan merumuskan pemecahan masalahnya.

 

Adapun pertemuan tersebut turut dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat John Palandung, perwakilan dari Polda Sulut, BPK, BPJS Ketenagakerjaan dan DPMDD kabupaten dan kota di Sulut.  (dwo.red/TI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *