Presiden Jokowi Larang Para Pembantunya Publikasikan Perbedaan Pendapat Terkait Satu Kebijakan

Nasional165 Dilihat


 Jakarta/transparansiindonesia.com – Presiden Joko Widodo melarang para pembantunya memublikasikan perbedaan pendapatan terkait satu kebijakan.

Ketentuan itu tercantum di dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan dan Pengendalian Kebijakan di Tingkat Kementerian dan Lembaga Pemerintah.

Inpres itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja, Sekretaris Kabinet, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Inpres dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada 1 November 2017,” seperti dikutip dari laman Sektariat Kabinet, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Ada beberapa hal penting yang terdapat di dalam Inpres terebut. Pertama, peran menteri koordinator.
Semua kebijakan yang bersifat stategis, berdampak luas ke masyarakat, dan lintas sektoral harus dilaporkan secara tertulis kepada menteri koordinator terkait.
Selain itu, para menteri dan petinggi lembaga pemerintah juga harus menyampaikan laporan tertulis kepada Presiden melalui menteri koordinator sesuai lingkup koordinasinya.
Kedua, keterlibatan Sekretaris Kabinet. Inpres tersebut menyatakan bahwa setiap penyusunan dan pembahasan kebijakan bersifat stategis, berdampak luas ke masyarakat, dan lintas sektoral harus melibatkan Sekretaris Kabinet.
Selanjutnya, Sekretaris Kabinet akan melaporkan usulan kebijakan dan rekomendasi kepada Presiden sebelum pelaksaan sidang kabinet paripurna atau rapat terbatas.
Ketiga, larangan publikasi. Jika masih terdapat perbedaan pendapat mengenai subtansi kebijakan, menteri dan kepala lembaga dilarang memublikasikan perbedaan pendapat kepada masyarakat sampai tercapainya kesepakatan terhadap masalah tesebut.
Presiden juga meminta setiap penyusunan dan penetapan kebijakan harus melalui analisis dampak kebijakan, termasuk analisis resiko dan konsultasi publik sesuai peraturan perundang-undangan.
Keempat, tindak lanjut kebijakan. Setelah kebijakan diputuskan, Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia harus melakukan tindak lanjut terkait dengan kebijakan pemerintahan daerah.
Tindak lanjut itu meliputi: pendampingan kepada pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan serta memastikan kesesuaian kebijakan pemerintah daerah dan pemerintahan pusat.
“Presiden meminta kepada pihak-pihak yang dituju dalam Inpres ini agar melaksanakan  dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab,” tulis laman Sekretaris Kabinet.  (red/TI)
sumber/beraninews
Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS
Baca juga:  Terkesan Cuek Tertibkan Galian C Ilegal Teluk Mega, AMTI Minta Kapolri Copot Kapolres Rohil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *