Presiden Jokowi; “Dunia Usaha Harus Tetap Optimis Hadapi Tahun Politik”

Nasional4 Dilihat

Jakarta/transparansiindonesia.com – Presiden Joko Widodo meminta para ekonom dan pelaku usaha serta industri untuk optimis dalam memandang perekonomian Indonesia ke depan. Tahun 2018 memang tahunnya politik dan dunia usaha banyak yang berbicara untuk ambil posisi _wait and see_. Terkait ini, Presiden mengajukan sebuah pertanyaan.

“Pertanyaan saya sekarang, kalau mau _wait and see_ maka mau sampai kapan?” tanyanya saat menjadi pembicara di acara Sarasehan ke-2 100 Ekonom Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa, 12 Desember 2017.

Tahun 2014 kemarin Indonesia menjalani pemilihan presidennya. Setahun setelahnya ada kurang lebih 150-an Pilkada. Sementara di tahun 2016 ada 101 Pilkada.

“Nanti tahun 2018 ada 171 Pilkada, _wait and see_ lagi. Tahun 2019 ada Pilpres, _wait and see_ lagi. Apa mau seperti itu terus?” ia menambahkan.

Kepala Negara mengingatkan bahwa Indonesia bukan kali ini saja menghadapi ujian demokrasi. Seiring waktu, masyarakat sudah terbiasa dengan hal tersebut.

“Yang kemarin-kemarin baik-baik saja, aman-aman saja. Ekonomi kita tidak terpengaruh dengan Pilkada-Pilkada yang kemarin dijalankan,” tuturnya.

Bahkan menurutnya, dalam tiga tahun ke belakang, sejumlah capaian positif di bidang ekonomi berhasil diraih. Mulai dari lembaga-lembaga internasional seperti Moody’s, Fitch Ratings, dan Standard & Poor’s memberikan predikat layak investasi kepada negara kita.

Baca juga:  PEWARNA dan MUKI Distribusikan Produk Bintang Toedjoe ke STT Paulus

“Kemudian peringkat daya saing global kita meningkat dari nomor 41 menjadi nomor 36 dari 137 negara,” ucapnya.

Selain itu, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia juga meningkat. Dari sebelumnya berada di peringkat 120 pada tahun 2014, kini mampu melejit dan berada di peringkat 72.

“Menurut saya ini sebuah lompatan yang sangat pesat. Tapi target saya memang bukan 72, target saya di peringkat 40 pada 2019,” ujarnya.

Di samping itu, juga banyak peningkatan-peningkatan lain seperti sektor pariwisata yang tumbuh sebesar 25,05 persen di kuartal tiga tahun ini dibanding periode yang sama pada 2016. Presiden Joko Widodo pun percaya bahwa ke depan, perekonomian Indonesia akan semakin baik.

“Melihat angka seperti ini artinya apa? Artinya kita harus optimis. Negara-negara lain melihat perkembangan ekonomi kita saja optimis, mengapa malah kita sendiri tidak optimis?” ujarnya.

*Pembangunan Infrastruktur dan Strategi Perekonomian*

Untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa pihaknya gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia ini dinilai sangat dibutuhkan oleh Indonesia.

“Urgensi pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah karena kondisi infrastruktur Indonesia masih jauh dari kondisi ideal, bahkan cenderung memburuk. Ini studi dari World Bank (2015) dan McKinsey (2013),” ucapnya.

Baca juga:  Gunakan Keppres Benny Yakin Satgas Berhasil Terobos Kemelut PMI

Maka itu, pihaknya memang gencar untuk membangun mulai dari daerah terluar dan yang selama ini kurang mendapat perhatian seperti di Papua. Khusus di Papua, pemerintah membangun jalan Trans-Papua dan sejumlah infrastruktur lainnya untuk menekan disparitas harga.

“Bagaimana harga semen di sana tidak Rp2 juta?” ucapnya sambil menunjukkan foto-foto kondisi infrastruktur di Papua yang masih memerlukan pembangunan.

Selain itu, Kepala Negara juga mengingatkan pentingnya bagi Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi. Sudah saatnya bagi kita untuk mulai beralih dari ekonomi berbasis konsumsi menjadi investasi.

“Sehingga menjadi lebih produktif dan memberikan efek pengganda yang lebih besar terhadap perekonomian,” tuturnya.

Demikian halnya dengan proses industri yang mengandalkan sumber daya alam. Saat ini, Indonesia harus bergerak meninggalkan ekonomi berbasis sumber daya alam mentah tanpa pengolahan menuju industri manufaktur yang dapat meningkatkan nilai tambah.

“Ini menjadi kunci, jangan sampai kita terus-terusan lagi mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa pengolahan. Kita harus mulai ekonomi berbasis proses,” ucapnya.   (red/TI)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *