Masyarakat Kesal, Tiga Kali Hearing Baru Satu Kali PT NPM Hadir, Namun Belum Ada Titik Temu

Nasional11 Dilihat
  Jakarta/transparansiindonesia.com – Perseteruan lahan Hutan Tanam Rakyat (HTR) warga Desa Pangkalan Gondai dengan pihak perusahaan Pt.Nusantara Prima Manunggal (PT.NPM) Sudah tiga kali Hearing dengar pendapat di hadiri oleh Asisten III Pemerintah Kab.Pelalawan di hadiri anggota DPRD Kab.Pelalawan Riau Perusahaan Pt. Nusantara  Prima Menunggal ( PT. PNM ) dengan Masyarakat Desa Pangkalan Gondai tentang pengelolahan lahan, sudah tiga kali ini hearing baru kali ini pihak Perusahaan hadiri, ” namun tidak ada titik temunya dengan masyarakat gondai membuat mereka kesal.
Awalnya kerja sama dengan pola HTR, tapi dengan berjalannya waktu berubah menjadi hutan tanaman campuran, kata mereka izin menteri, yg jadi masalahnya mengapa masyarakat yang mau memperbaharui kebun mereka dijadikan tersangka, dan Akhinya masyarakat ditahan di polres pelalawan karena tidak ada bukti ditersangkakan maka masyakat tersebut  di keluarkan, “kata Yusuf di kantor DPRD Pelalawan senin (12/3-2018).
Yusuf salah satu mewakili masyarakat desa Pangkalan Gondai untuk menyelesaikan  HTR antara perusahaan mereka membuat kesepakatan 8 poin  tuntutan dengan tertulis disaksikan ole pemuka toko masyarakat dan pihak perusahaan.
Lanjut Yusuf, Hal ini membuat kami kesal, dalam persoalan ini pihak perusahaan tidak terbuka seharusnya perusahaan menjelaskan mana kekurangan masyarakat  seharusnya ditunjukkan pada masyarakat agar kami mengetahui supaya kami membenahi, kami masyarakat indonesia taat pada uu pancasila dan juga taat  pada hukum,” kata Yusuf.
Sementara media ini mencoba menghubungi pihak perusahaan di wakili oleh si Rait sebagai humas Pt.NPM, ketika ditanyak kenapa pihak perusahaan tak mau mengelola lahan HTR masyarakat..?
jawab Rait bahwa lahan tersebut sebagian gambut, jika warga memaksakan Pihak perusahaan  maka kami akan minta ijin dulu sama Menteri dong…baru bisa kita kelolah, dengan adanya surat menteri bahwa gambut tidak boleh lagi ditanam kelapa sawit lagi, terkecuali kayu baru boleh,” katanya.
Dan pihak perusahaan sudah menyikapi sesuai surat menteri pelarangan pengelolahan gambut, jika kita melanggar siapa yang menanggung jawab resikonya? Ia.. sudah jelas terutama pihak perusahaan akan berurusan dengan hukum hal ini dimengertilah, “tutupnya.  (red/TI)*
sumber/oborkeadilan*
Baca juga:  Saya Mendukung Program Pemerintah PSBB Untuk Memutus Mata Rantai Penyebaran Covid-19

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *