Papua, transparansiindonesia.com – Terkait hasil uji beton pembangunan terminal tipe B tahun 2016 di kabupaten Nabire, Provinsi Papua, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, angkat bicara.
Hal tersebut dikarenakan dari hasil pengujian laboratorium beton dengan menggunakan alat Core Drill milik Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Papua, dijadikan alat bukti oleh pihak kepolisian daerah Papua (Polda Papua), untuk menyeret mantan kepala dinas perhubungan provinsi Papua Djuli Mambaya (DjM) sebagai tersangka, dimana menemukan adanya kerugian negara senilai 1.7 Milliar.
Namun berdasarkan hasil Lab uji beton pembangunan penumpang Tipe B kabupaten Nabire dengan menggunakan alat Core Driil tidak layak dan tidak bisa digunakan untuk menguji beton K-350 kg/Cm2, yang seharusnya pengujian beton K-350 kg/Cm2 menggunakan alat Kubus.
Kepala UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Adolof Wakum menyebutkan, pembangunan terminal penumpang tipe B Tahun 2016 di Kabupaten Nabire, sebelumnya sudah melewati pengujian sampel kubus beton K-350 kg/cm² pada 19 Januari 2017.
Sebagian besar pengujian sampel rata-rata dinyatakan baik, sehingga disarankan kepada lembaga manapun agar mempertimbangkan untuk menggunakan sampel kubus beton dalam menghitung pembayaran.
Sebab penggunaan Core Drill beton masih diperdebatkan apakah dapat mewakili semua segmen dan struktur beton yang telah dibangun. Dilain pihak, esensi dari pengujian lapangan, tidak boleh sampai merusak beton yang telah dikerjakan.
“Teknisnya kan Beton K350 adalah kekuatan tekan beton 350 kg/cm². Dimana nanti ada sampel yang dibawakan pihak ketiga kepada kami di lab untuk diuji melalui kubus beton ukuran 15x15x15 cm pada umur 28 hari,” jelasnya
Alat Kubus beton berukuran 15x15x15 ini sudah menjadi spesifikasi umum teknis di bina marga serta jadi acuan untuk keperluan evaluasi mutu beton, yang juga dipakai sebagai dasar pembayaran.
Kuat tekan beton itu tertuang dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971, yang menyebutkan bahwa kuat tekan beton diartikan sebagai kekuatan tekan yang diperoleh dari benda uji gugus yang berisi 15cm³ pada umur 28 hari.
“Jadi menurut hemat kami dasar pembayaran yang dihitung mesti menggunakan kuat tekan beton kubus,” terang Adolof yang didampingi jajarannya, saat memberikan keterangan kepada pers, Jum’at (25/5/2018).
Dengan demikian, lanjut dia, penggunakan Core Drill beton untuk menghitung pembayaran sebenarnya dirasakan kurang pas. Apalagi dampak dari penggunaan alat itu akan muncul lebih banyak kerugian, karena sifat dari coredrill beton yang lebih merusak.
Sementara untuk pengujian lapangan akan jauh lebih baik bila menggunakan metode uji angka pantul beton keras atau hammer test.
“Hanya memang pada setiap pengujian pasti ada kelemahan, apalagi saat pengujian lapangan untuk pekerjaan yang sudah selesai. Sebab akan ada banyak lemahnya karena ada (perhitungan) meleset atau deviasi. Hanya apakah yang dites (dengan coredrill beton) bisa mewakili seluruh struktur?”
“Tentu memang ada segmen yang lemah tapi di segmen lain kemungkinan bagus. Nah pertanyaannya juga apakah yang lemah itu kita bisa gunakan untuk menyimpulkan semuanya lemah? Kan tidak juga. Sebab jika di coredrill semuanya bisa hancur. Makanya akan lebih kurang tepat jika coredrill beton dipakai untuk menyatakan mutu beton secara keseluruhan,” jelasnya.
Sementara ditanya terkait perbedaan pengujian antara UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dengan yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihaknya enggan menanggapi.
Dia hanya memastikan sudah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga pengujian dan laboratorium.
“Kami tidak menanggapi soal perbedaan perhitungan antar lembaga. Yang pasti kita hanya melaksanakan tupoksi kami di laboratorium ini,” tukasnya.
Bahkan lanjut dia, sampel pengujian kekuatan tekan beton sudah dilakukan sejak 21 Desember 2016 sampai dengan 28 hari berjalan.
Dimana nilai kuat tekan kubus rata-rata diatas standar K-350. Sehingga soal perbedaan perhitungan ini tidak berpengaruh terhadap hasil yang di uji UPTD Balai Pengujian Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum provinsi Papua.
Ia menambahakan, ujia hasil Lab dari lembaga lain diketahui dari kepolisian daerah Papua. Namun pihak UPTD Balai Pengujian Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum provinsi Papua menjelaskan, apa yang sudah dilakukan uji sebelumnya.
“Kami tidak mengacu hasil uji lab oleh lembaga lain, namun apa yang kami lakukan sudah sesuai standar. Apalagi alat Kubus penguji Beton K-350 sesuai standar yang ada,” pungkasnya.
(red/TI)*