Toni Prasetiantono Katakan Mereka yang Bilang Ekonomi dijaman Jokowi Terpuruk, Pemikiran Mereka Sama Seperti Sopir Truck

Nasional14 Dilihat

Jakarta, transparansiindonesia.com – Wacana redenominasi Rupiah kembali mencuat ke permukaan setelah krisis Turki berimbas pada perekonomian dunia.

Menurut pakar ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM), A Tony Prasetiantono, Indonesia harus berhati-hati dan mengkaji ulang rencana redenominasi Rupiah walaupun situasi Indonesia dan Turki adalah dua hal yang berbeda.

Selama ini, Indonesia menganggap Turki sebagai sebuah benchmark negara yang sukses melakukan redenominasi mata uang dengan Lira-nya pada tahun 1990 dimana saat itu, 1 USD lebih dari 100.000 Lira.

Ternyata, redenominasi berimbas terhadap perekonomian negara tersebut di kemudian hari hingga menyebabkan krisis yang cukup parah.

“Ternyata timbul masalah yaitu over value. Jadi redenominasi kalau tidak didukung dengan kondisi ekonomi yang stabil itu akan menimbulkan over valuation,” ujar A Tony Prasetiantono.

A Tony Prasetiantono memandang, suatu hari nanti Indonesia memang perlu melakukan redenominasi Rupiah namun dengan sejumlah syarat di antaranya kestabilan ekonomi.

Baca juga:  Panitia Natal Nusantara Berikan Bantuan untuk Korban Tsunami Anyer

“Kita harus berhati-hati karena redenominasi memerlukan banyak syarat terutama masalah stabilitas ekonomi,” kata A Tony Prasetiantono.

Untuk redenominasi Rupiah, kata A Tony Prasetiantono, diperlukan stabilitas ekonomi yang cukup solid dan observasi yang cukup panjang dan sosialisasi kepada masyarakat mengingat penduduk Indonesia tersebar di ribuan pulau.

A Tony Prasetiantono mencontohkan kestabilan ekonomi dapat dikatakan tercapai apabila kurs Rupiah terhadap USD telah stabil, tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.

“Tapi selama beberapa tahun jadi baru kita merasa stabil. Jujur saja tingkat optimisme saya sedikit terganggu dengan kasus Turki karena selama ini Turki merupakan benchmark yang baik bagi Indonesia untuk melakukan redenominasi,” ucap A Tony Prasetiantono.

Baca juga:  Dalam Hal Ini, Indonesia Kalahkan Malaysia

Walau demikian menurut A Toni Prasentiantono pemerintah tidak dapat dikatakan gagal hanya karena tingkat pertumbuhan ekonomi saat cuma 5 persen.

Ia menilai pembangunan infrastruktur yang pesat di era Presiden Jokowi dapat dipanen hasilnya dalam jangka panjang.

A. Toni Prasentiantono mengatakan tidak sekali tanam, besok menghasilkan. “Pak Jokowi bangun sekarang, panennya barangkali 15 tahun depan,” kata Prasentiantono.

Ia pun menambahkan kita tetap punya panen jangka pendek, Indonesia punya indeks kompetitif global yang baik atau daya saing kita, persepsi asing terhadap kita masih bagus.

“Tidak benar kalau pemerintah kita gagal, hanya karena pertumbuhan ekonomi lima persen, apalagi kalau ada yang bilang ekonomi kita terpuruk karena Presiden, itu pemikiran sopir truck, ” tambahnya.

(red/TI)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *