Surya Permana; ‘Langkah Prabowo Marahi Media, Sama Dengan Donald Trump Marahi Media di AS’

Nasional59 Dilihat

Jakarta, transparansiindonesia.co.id – Pengamat intelijen Surya Fermana mengungkapkan, langkah capres Prabowo Subianto yang memarahi media karena tidak memuat berita Reuni 212 dan klaim massa jutaan yang hadir dalam aksi di Monumen Nasional (Monas) itu persis apa yang dilakukan Presiden AS Donald Trump ke media di Amerika.

“Ini kan firehose of falsehood atau semburan pemadam kebakaran hoax. Ini langkah yang dilakukan Trump pada media Amerika,” kata Surya Fermana, di Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Menurutnya, langkah seperti itu tidak tepat lagi diterapkan di Indonesia. Karena pola pikir masyarakat Indonesia sudah berubah dan lebih realistis.

Bisa jadi, lanjut Surya Fermana, media massa memang sengaja tidak mau menulis berita Reuni 212 karena peristiwa itu dianggap memang bukan sebuah bahan berita yang layak untuk diberitakan. Atau, tambahnya, media mengetahui adanya kamuflase dalam aksi itu, sehingga mereka memilih tidak masuk dalam lingkaran yang dibuat dalam aksi tersebut.

Baca juga:  Pemerintah Akan Segera Buka Pendaftaran CPNS dan P3K

Yang lebih lucu lagi, kata Surya Fermana, ada politik kebohongan yang dimunculkan dalam aksi Reuni 212 itu. Hampir semua kalangan mengatakan bahwa yang hadir dalam Reuni 212 itu mencapai lebih dari tujuh juta orang.

“Bahkan ada yang mengatakan yang datang 10 juta orang. Ini kan bohong. Jumlah warga Jakarta saja 12 juta orang, kalau yang datang di Reuni 212 itu 10 juta, gak muat itu lapangan Monas dan sekitarnya,” kata Surya.

Ia menggaris-bawahi, politik kebohongan merusak bagian dari otak yang LOFC (lateral Orbital frontal cortex) sebuah wilayah di otak yakni kemampuan manusia untuk menyaring informasi secara kompleks.

Baca juga:  Marsekal Hadi Tjahjanto, Calon Tunggal Jokowi Duduki Panglima TNI Gantikan Gatot Nurmantyo

“Kalau otaknya sudah dirusak dengan isu-isu yang sifatnya murahan, recehan, yang kemudian membuat orang malas berfikir rumit, berfikir kompleks, menyaring mana yang benar dan salah, maka informasi apa pun akan dibenarkan. Ini sangat berbahaya,” katanya.

 

(red)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *