Pasca Debat, Elektabilitas CEP-Sehan Terus Mengalami Lonjakan

SULUT28 Dilihat

Sulut, transparansiindonesia.co.id – Pasca berakhirnya rangkaian Debat Publik Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut beberapa waktu lalu, elektabilitas Paslon nomor urut 1 Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Salim Landjar (CEP-SSL) melonjak secara signifikan.

Berdasarkan pemantauan tim Bappilu Partai Golkar Sulut, mayoritas petani cengkeh dan kelapa merasa kecewa ketika mendengar dalam kedua debat itu bahwa cengkeh bukan lagi produk unggulan Provinsi Sulut.

“Kesimpulan ini berdasarkan temuan dan laporan kader-kader Partai Golkar di tingkat kecamatan sampai ranting se-Sulut. Masyarakat petani banyak yang ‘curhat’ dan mengekspresikan kekecewaannya,” ujar Lucky Mangkey selaku Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulut, Senin (23/11/2020) lalu di Manado.

Di sisi lain, paslon nomor urut 1 CEP-SSL sejak awal telah memiliki konsep dan program yang jelas bagaimana mengangkat dan mengembalikan harkat petani cengkih, kopra dan pala dalam visi-misi yang akan ditetapkan dalam RPJMD ketika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut nantinya.

“Konsep CEP-SSL memang sangat jelas. Kami akan mendirikan perseroan bekerjasama dengan investor dan BUMD untuk menjaga harga komoditas petani agar tidak merugi. Ketika harga jatuh, petani dapat menjual ke perusahaan yang dibentuk pemprov, namun ketika harga di pasaran lebih tinggi, maka petani bebas menjual ke pasar bebas,” urai Lucky.

Menurut Wakil ketua DPD I Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Sulut ini, konsep CEP-SSL sekaligus menunjukkan bagaimana pemerintah yang memiliki kekuasaan, menggunakan kewenangannya untuk berpihak kepada petani.

Baca juga:  LSM-AMTI Kecam Aksi Anggota Polres Tomohon Jemput Paksa Wartawan

“Konsep ini sangat sejalan (sinergitas) dengan semangat pemerintah pusat seperti yang berulangkali ditegaskan Presiden Jokowi bahwa negara harus hadir di tengah masyarakat. Pemerintah harus hadir di tengah persoalan rakyat dan mencarikan jalan keluar,” katanya.

Sebagaimana kita ketahui bersama, nasib petani cengkeh, pala dan kopra belum mendapat perhatian dan keberpihakan yang jelas dan tegas.

Padahal, menurut Lucky, tiga komoditas ini sangat penting bagi masyarakat Sulut. Cengkeh, pala dan kopra tidak bisa dilihat sekadar sebuah komoditas ekonomi semata, karena memiliki ikatan emosional, sejarah, dan budaya yang sangat kuat di Sulut.

Baca juga:  Prof. Sompie Sampaikan Orasi Terkait Leadership Dalam Peran Budaya Diacara HUT Kabupaten Mitra

Setiap orang sukses asal Sulut, baik politisi, pengusaha, akademisi, jenderal, pasti dulunya bisa disekolahkan orang tua dari hasil ketiga komoditas ini.

“Dapat dimengerti mengapa rakyat dan para pemimpin Sulut terdahulu telah merumuskan cengkeh, pala dan kopra sebagai lambang resmi Provinsi Sulut karena telah mengangkat derajat dan martabat rakyat Sulut. Begitu pula syair lagu ‘Oh Minahasa Kinatouanku’ yang dengan sangat baik menyerap realitas tanah Minahasa sebagai daerah yang masyhur dengan cengkeh, pala dan kopra. Ketika sebuah pemerintahan tidak lagi melihat ketiga komoditas ini sebagai prioritas untuk dijaga, diselamatkan dan dikembangkan, maka hal ini sama saja dengan mencabut basis utama ekonomi rakyat, sekaligus mencabut akar sosial, sejarah dan budaya masyarakatnya. CEP-SSL tidak akan meninggalkan sejarah tanah tempat mereka lahir dan dibesarkan,” tegas Lucky.

 

(red/TI)*