Kasus kisruhnya DIreksi dan Komisaris PT Kahayan Karyacon, Inilah Tanggapan Dari Kamaruddin Simanjuntak SH

Jakarta Transparansi Indonesia.co.id – Kisruh perjalanan kasus DIreksi dan Komisaris PT Kahayan Karyacon banyak mendapat soroton dari berbagai media massa. Tuduhan miring terhadap kinerja Tim penyidik Bareskrim Mabes Polri hingga kaburnya dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Leo Handoko salah satu Direksi PT Kahayan Karyacom mewarnai kasus ini. Tim Bareskrim yang dipimpin AKBP Binsan Simorangkir SH MH, dituduhkan merekayasa kasus pelaporan direktur perusahaan PT. Kahayan Karyacon oleh komisaris perusahaan Mimihetty Layani. Binsan diduga melakukan rekayasa hanya sebagai modus untuk melakukan pemerasan terhadap Leo Handoko dan ketiga rekannya yang didakwa. Selain itu, Notaris pembuat akta perusahaan hebel itu juga diduga dipalak sebesar Rp.10 juta oleh Binsan.

Carut marut proses hukum atas pengusaha bata ringan di Cikande, Serang, Banten itu pun berlanjut ke lembaga Kejaksaan Negeri Serang. Kasus kategori perdata – kisruh antara komisaris dengan direksi PT. Kahayan Karyacon – disangkakan dipaksakan ke delik pidana oleh penyidik di Bareskrim Polri. Akibatnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai keliru dalam menyusun dakwaan, dan dakwaan pun dinilai obscuur libel atau dakwaan kabur.

Baca juga:  Sebut Dugaan Tipikor Kades Jangan Dijadikan Objek Pemeriksaan, LSM-AMTI Minta Jokowi Copot Jaksa Agung
Foto dokumentasi: Kamaruddin Simanjuntak SH

Adanya perbedaan pasal yang didakwakan dengan kasus yang dilaporkan pelapor Mimihetty Layani dengan penyidikan tim penyidik Bareskrim Polri menjadi polemik. Mimihetty hanya mempersoalkan dugaan pemalsuan dokumen dan atau memasukan data palsu (pasal 263 dan 266 KUHP – red) ke dokumen akta notaris yang dibuat oleh Notaris Ferri Santosa, SH, M.Kn. Namun, JPU Budi Atmoko justru mendakwa Leo dengan tuduhan penipuan (pasal 378 KUHP ).

Menelaah kasus ini, Praktisi Hukum Kamarudin Simanjuntak SH saat dimintai pendapat dan pandangan hukum oleh media ini menjelaskan dan memberikan tanggapan terkait pengenaan delik pidana kepada terlapor. “ Bila ada petunjuk P-19 sesuai Pasal 138 ayat (2) KUHAP dari JPU kepada Penyidik, tentang penambahan pasal 378 KUHP, maka walaupun yang dilaporkan (awalnya) adalah hanya pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan jo Pasal 266 KUHP tentang memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik, maka Surat dakwaan JPU itu adalah Sah secara hukum “ terang Kamarudin Simanjuntak SH

Namun lanjutnya lagi, bila benar Surat Dakwaan JPU tidak benar atau Keliru, pihak terlapor melalui kuasa hukumnya dipersilahkan mengajukan keberatan / Eksepsi sesuai Pasal 156 ayat ( 1) KUHAP Jo Pasal 143 UU RI No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, bila terbukti, maka Surat Dakwaan Batal Demi Hukum.

Baca juga:  HS, Pelaku Pengancaman Terhadap Jokowi, Diringkus Tim Subdit Jatanras Polda Metro Jaya

Disinggung soal dugaan adanya pemerasan oleh Tim Bareskrim dia menambahkan apabila benar dan ada bukti, dipersilahkan melaporkannya ke SPKT Bareskrim Polri dengan pasal 368 KUHP.” Dalam pemerasan ada unsur pemaksaan, ancaman bahkan penganiayaan, jika ditemukan unusr ini bisa juga dilaporkan pada Kadivpropam Polri dan / atau pada Karowasidik tentang dugaan pelanggaran Kode Etik sesuai Perkap No. 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI “ jelas Ketua Umum Partai Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera ini.

Namun bila tidak benar atau tidak bisa dibuktikan, katanya lagi, maka tindakan pelaku bisa menjadi Fitnah & Pencemaran Nama Baik pada Penyidik / korban. “ Dan yang bersangkutan / pelaku bisa dijerat karena dugaan melanggar pasal 310 KUHP jo Pasal 311 KUHP jo Pasal 315 KUHP jo Pasal 317 KUHP jo Pasal 318 KUHP jo pasal 27 ayat (3) UU ITE “ pungkasnya.

HM