Sulut, transparansiindonesia.co.id – Polemik atau permasalahan yang melibatkan oknum Penjabat HukumTua Desa Temboan, Kecamatan Maesaan, Kabupaten Minahasa Selatan inisial DK dengan salah satu warganya masih terus bergulir dan berlanjut.
Polemik yang melibatkan oknum HukumTua Desa Temboan tersebut, berujung pada dikeluarkannya surat panggilan untuk salah satu masyarakat desa Temboan yakni Elvi Tompunu-Manimpurung, oleh Camat Maesaan Jelly Nelwan SPt, berupa surat panggilan mediasi.
Surat panggilan terhadap Ny.Elvi Tompunu-Manimpurung yang dikeluarkan oleh Camat Maesaan, mendapatkan tanggapan dari salah satu pengacara kondang Donny Tampemawa SH.
Ia menyampaikan bahwa sepertinya Camat Maesaan, tak paham aturan dalam surat menyurat karena untuk memanggil orang untuk mediasi, bukan dengan surat panggilan tapi seharusnya surat undangan.
Karena seorang camat tak memiliki wewenang untuk mengeluarkan surat panggilan kepada seseorang untuk mediasi, apalagi surat panggilan tersebut dikeluarkan hanya berdasarkan informasi dari satu pihak yakni dari oknum Penjabat HukumTua DK.
“Sepertinya oknum Camat Maesaan tak paham aturan tentang surat menyurat, karena wewenang seorang Camat mengeluarkan surat panggilan terhadap seseorang untuk mediasi itu tidak ada dasar hukumnya,” kata Donny Tampemawa SH.
Terlihat dalam surat panggilan ke-dua yang dikeluarkan oleh Camat Maesaan Jelly Nelwan SPt kepada Ibu Elvi Tompunu-Manimpurung yang merupakan ibunda dari Filce Tompunu, disitu tertulis panggilan bukan undangan.
“Atas dasar apa Camat Maesaan mengeluarkan surat panggilan tersebut, karena Camat tak punya wewenang mengeluarkan surat panggilan untuk mediasi, disini terlihat kualitas seorang Camat,” ujar Donny Tampemawa SH.
Dikatakan Donny Tampemawa bahwa persoalan antara Ny. Elvi Tompunu Manimpurung yang merupakan Ibunda dari isterinya Filce Tompunu dan oknum penjabat HukumTua Deisy Kamasih bukan persoalan tentang BLT dan pencemaran nama baik. Sementara, dalam diskusi kliennya dengan Camat Maesaan suaranya sudah nada tinggi. Katanya, Filce Tompunu tidak tahu permasalahan, karena berada di Jakarta,” jelasnya mengingatkan.
Maka dari itu pihaknya melalui kuasa hukum mereka telah mengirimkan somasi pertama, dan ia meminta Camat Maesaan untuk mencermati isi somasi tersebut biar paham, bahwa somasi bukan soal delik pidananya, bukan soal pencemaran nama baik, agar supaya Camat tidak asal-asalan melakukan mediasi.
“Ingat Mediasi itu tidak boleh dipaksakan. Jadi, perihal surat tidak boleh ‘Panggilan’, tapi harus undangan, Masa soal teknis surat saja oknum Camat Maesaan tidak paham,” jelas Tampemawa.
Jangan sampai Camat Maesaan melakukan ‘Abuse of Power’ atau penyalagunaan wewenang,” tambahnya.
Dalam wawancara dengan awak media ini melalui sambungan telepon seluler, Tampemawa mengatakan bahwa persoalan ini sudah ia teruskan ke Bupati Minahasa Selatan selaku atasan dari Camat Maesaan dan juga ke Gubernur Sulut Olly Dondokambey, maka dari itu Tampemawa pun kembali mengingatkan agar Camat tidak menerima laporan sepihak dari Penjabat HukumTua.
Sementara itu Camat Maesaan Jelly Nelwan SPt, ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa ia membenarkan isi surat tersebut karena memang sebelum-sebelumnya juga isi surat adalah panggilan dan bukan undangan.
“Jadi dasarnya adalah pengalaman-pengalaman yang lalu bahwa ketika membuat surat untuk adakan mediasi, disitu tertulis ‘panggilan’ dan bukan ‘undangan’, jadi saya membenarkan surat yang saya buat tersebut karena saya yang tanda tangani,” kata Camat Maesaan.
(red/TI)*