SULUT, TI – Partai Golongan Karya Sulawesi Utara (Golkar Sulut) akan menggelar musyawarah daerah waktu dekat ini.
Sejumlah figur mulai dijagokan maju sebagai calon ketua DPD 1 Partai Golkar Sulawesi Utara menantang sang petahana Christiany Eugenia Paruntu (CEP).
Namun, dari sekian banyak figur yang muncul, sosok CEP masih terlalu tangguh dan dipastikan akan kembali memimpin Golkar Sulawesi Utara untuk periode 2025-2030.
Pasalnya, arus dukungan untuk CEP kembali memimpin Golkar Sulawesi Utara terus berdatangan.
Salah satunya, tokoh muda dari Nusa Utara, Stenly Sendow, yang juga Ketua Brigade Nusa Utara Indonesia langsung mengangkat bendera dukungan.
Ia menyebut CEP sebagai “harga mati.” Bukan diskon, bukan promo musiman. Harga mati. Titik. Tak bisa dinego.
Menurut Stenly, Musda ini sangat bergengsi. Sebuah hajatan besar kader-kader Golkar, di mana hanya satu nama yang disebut, didukung, dan dielu-elukan. Luar biasa. Musyawarah rasa monolog.
Katanya banyak calon, tapi semua langsung minggir saat nama CEP disebut. Seakan-akan, pencalonan ini seperti petir yang menyuruh semua awan kompetitor bubar ke ufuk.
“Siapa yang berani melawan?” begitu kira-kira pesan tak tertulisnya. Karena, ya, CEP bukan tokoh sembarangan. Dua periode Bupati Minsel, kini di Senayan, dan mampu membuat Golkar “hidup dan diperhitungkan.”
Dan tak lupa, jargon klasik pun dimunculkan: “Figur mengakar!” Sebuah kalimat sakti yang selalu muncul setiap kali tidak ada calon lain yang cukup kuat untuk bertarung. Seolah-olah, politik tak perlu kompetisi, cukup satu orang yang sudah dianggap ‘warisan partai’.
Harapan terselip dari Stenly: ia ingin anak-anak muda Nusa Utara ikut meramaikan struktur partai. Tapi tentu, struktur itu bukan yang paling atas. Karena di atas, kursinya sudah ditulis pakai spidol permanen: “Milik CEP. Jangan Sentuh.”
Musda yang katanya musyawarah, mungkin nantinya tinggal seremoni. Karena ketika calon cuma satu, pertanyaan terbesar bukan siapa yang menang, tapi siapa yang berani bilang tidak. (T2)*