Sulut/transparansiindonesia.com – Terkait pemeriksaan perkara tindak pidana pemalsuan yang diduga dilakukan oleh HT oknum pejabat teras pemkot manado, perlu mendapat catatan kritis dari masyarakat. Bagaimana tidak, sejak HT ditahan oleh kejari manado sampai perkaranya disidangkan di PN manado oknum tersebut belum dinonaktifkan dari status PNS padahal menurut PP no 11 thn 2017 ttg manajemen ASN psl 276 PNS yang ditahan krn melakukan tindak pidana diberhentikan sementara sebagai PNS.
Yang terjadi justru HT ngotot “diperjuangkan” oleh Pemkot Manado untuk ditangguhkan penahanannya. Alih alih dinonaktifkan malah saat persidangan HT sebagai terdakwa sempat menyodorkan surat permohonan penangguhan penahanan yang ditandatangani oleh pimpinannya.
Bahkan saat sidang HT sepertinya “dikawal” oleh jajaran pemkot manado. Dimana komitmen 953 yg digaung-gaungkan diawal pemerintahan GSVL-Mor Bastian? Bukankah salah satu butirnya adalah pejabt siap mundur apabila tersangkut masalah hukum.
Apakah ini yang disebut komitmen? Timbul pertanyaan sejauh mana tingkat kepatuhan pemkot manado dalam menjalankan peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian yang bersifat mengikat? Bukankah penonaktifan PNS yang ditahan karena diduga melakukan tindak pidana itu adalah amanat UU? Bagaimana pula komitmen 953nya?
Janganlah mengabaikan suasana batin saksi korban dari perbuatan yg diduga dilakukan oleh oknum yang mendapatkan pembelaan luar biasa dari pemkot.
Sebetulnya jika oknum HT sudah dinonaktifkan, maka silahkanlah pemkot manado membantu PNSnya menempuh upaya penangguhan penahanan. Tapi hal ini harus dilakukan kepada seluruh PNS yang tersandung masalah hukum, jangan pilih kasih supaya adil.
Karena setahu kami hal ini tidak diberlakukan merata kepada PNS yang tersandung kasus hukum. (red/TI)*