LSM-AMTI Minta KPK Selidiki Proyek Mangkrak Berbanderol Rp. 82 Miliar Di Unima

SULUT902 Dilihat

Sulut, transparansiindonesia.co.id – Proyek Pembangunan Pusat Pembinaan Mentalitas Pancasila (PPMP) yang ada di Universitas Negeri Manado (Unima) mengundang sorotan dari berbagai pihak.

Salah satunya sorotan diberikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI) yang merupakan LSM penggiat anti korupsi.

Melalui Ketua Umum DPP LSM-AMTI Tommy Turangan SH mengatakan bahwa pasalnya proyek pembangunan PPMP tersebut mangkrak hingga saat ini.

Oleh Tommy Turangan menduga ada indikasi tindakan korupsi pada proyek yang bernilai Rp. 82 Miliar tersebut.
Dan yang harus bertanggung jawab pada mangkraknya proyek pembangunan pusat pembinaan mentalitas pancasila tersebut adalah Rektor Unima Prof. Dr. Deitje Katuuk.

Hal tersebut karena kuasa pengguna anggaran pada proyek tersebut adalah Rektor Unima.

“Ada aroma korupsi pada proyek tersebut, pasalnya dengan anggaran yang sangat fantastis namun proyek tersebut mangkrak hingga saat ini, dan yang harus bertanggung jawab adalah Rektor Unima selaku kuasa pengguna anggaran,” ujar Turangan.

Maka dari itu, Tommy Turangan meminta agar lembaga komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk segera menyelediki akan mangkraknya proyek tersebut, termasuk melakukan penyelidikan terhadap oknum rektor Unima.

Baca juga:  Sebut CEP Figur Pemersatu Partai Golkar, MEP; Cerdas Membangun Komunikasi Politik

“Rektor Unima harus bertanggung jawab, lakukan pemeriksaan terhadapnya dan bila perlu ditahan apabila ada indikasi keterlibatannya dalam proyek tersebut hingga mangkrak,” tegas Tommy Turangan.

Ditambahkan Turangan bahwa proyek pembangunan PPMP tersebut berjumlah besar, namun mangkrak sehingga menimbulkan kerugian yang juga tak kecil jumlahnya, maka dari itu aparat penegak hukum dan KPK segera turun ke Unima untuk menelisik kejanggalan-kejanggalan pada proyek tersebut.

“Tidak ada alasan lain. Sebuah proyek yang mangkrak sudah jelas ada unsur perbuatan melawan hukum di dalam. Dan yang bertanggung jawab secara hukum adalah Kuasa Pengguna Anggaran,” kata Turangan.

Untuk diketahui saat ini, kondisi proyek yang bersumber dari anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Tahun Anggaran (TA) 2022 hanya berupa rangka atau tiang-tiang bangunan.

Dijelaskan Turangan bahwa sumber di internal Pokja membeberkan, proyek itu dimenangkan oleh sebuah perusahaan yang kemudian berperkara di PTUN.

Baca juga:  LSM-AMTI; APH Harus Masuk Selidiki Sejumlah Proyek Di Minsel Yang Belum Tuntas

Kemudian ditenderkan ulang dan dimenangkan oleh PT Razasa Karya. Perusahaan ini memenangkan tender ulang dengan harga penawaran Rp64 miliar. Artinya ada sisa hasil tender (SHT) senilai Rp18 miliar.

PT Razasa Karya dan diberi waktu kerja dari 12 September hingga akhir Desember 2022. Kemudian adendum selama 111 hari.

Masih menurut sumber, dana sudah dicairkan sebesar 20 persen dari Rp64 miliar atau sebesar Rp13,4 miliar. Alhasil, perusahan yang memenangkan proyek tersebut tidak mampu menyelesaikan pembangunan.

“Ada persoalan hukum. Karyawan menggugat Direksi PT Razaya Karya karena persoalan upah,” Tommy Turangan sebagaimana informasi yang ia dapat.

“Menurut informasi yang saya dapat ternyata Rektor Unima Prof Dr Deitje Katuuk pun disebut sudah memutus kontrak kerja dengan perusahaan dimaksud,” ujar aktivis penggiat anti korupsi yang terkenal vokal tersebut.
(T2)*

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP