“Ancaman Daluwarsa Mengemuka, Perkara Tanah Berpotensi Gugur Demi Hukum”.

TRANSPARANSIINDONESIA.CO.ID, HUKRIM, MANADO,- Rangkaian persidangan Perkara Nomor 327/Pid.B/2025/PN Manado kembali menimbulkan gelombang pertanyaan serius dari masyarakat pencari keadilan.
Fakta Persidangan memperlihatkan pola ketidakhadiran Saksi Pelapor secara berulang, situasi yang memicu kekhawatiran terhadap kualitas pembuktian serta kewibawaan Lembaga Peradilan.
Sejak agenda sidang pertama hingga memasuki sidang ketujuh, Jimmy Widjaja bersama Raisa Widjaja selaku saksi pelapor tidak pernah hadir memberikan keterangan langsung di hadapan Majelis Hakim.
Ketidakhadiran berulang terjadi meski Jaksa Penuntut Umum telah mengirimkan surat pemanggilan resmi sesuai ketentuan hukum acara pidana.
Absennya saksi pelapor memaksa jalannya persidangan beralih pada pembacaan Berita Acara Pemeriksaan yang disusun penyidik Polda Sulawesi Utara.
Langkah tersebut menimbulkan kontroversi karena keterangan saksi tidak diuji melalui pemeriksaan silang secara terbuka, kondisi yang secara prinsip berpotensi mereduksi nilai pembuktian.
Situasi persidangan kian memanas ketika Jaksa Penuntut Umum menyampaikan alasan ketidakhadiran saksi dengan dalih keberadaan saksi berada di luar negeri.
Untuk mendukung pernyataan tersebut, JPU mengajukan dokumen elektronik dalam format PDF. Namun legitimasi dokumen tersebut segera dipersoalkan oleh tim penasihat hukum terdakwa.
Kuasa hukum terdakwa, Noch Sambouw, SH., MH., menyampaikan keberatan keras di hadapan Majelis Hakim.
Penasihat hukum menilai pengajuan dokumen tanpa legalisasi diplomatik melanggar prinsip hukum pembuktian lintas negara serta tidak memenuhi syarat formil sebagai alat bukti sah.
“Dokumen yang berasal dari luar wilayah hukum Indonesia wajib melalui proses legalisasi atau pengesahan Kedutaan Besar Republik Indonesia. Tanpa prosedur tersebut, dokumen hanya berbentuk kertas tanpa nilai pembuktian hukum,” tegas Noch Sambouw dalam persidangan, Jumat (19/12/2025).
Ketegangan semakin meningkat saat Majelis Hakim memerintahkan pembacaan isi Berita Acara Pemeriksaan saksi pelapor.
Dalam keterangan di bawah sumpah, Jimmy Widjaja dan Raisa Widjaja menyatakan baru mengetahui tanah miliknya dikuasai pihak lain pada tahun 2017.
Pernyataan tersebut segera dibantah melalui bukti autentik yang diajukan tim terdakwa.
Dokumen berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli serta Akta Jual Beli bertanggal 2015 dan 2016 memperlihatkan fakta berbeda. Pada saat transaksi berlangsung, saksi pelapor secara tertulis telah mengakui keberadaan pihak lain sebagai penggarap lahan.
Fakta dokumenter tersebut memunculkan dugaan kuat adanya kontradiksi keterangan di bawah sumpah, kondisi yang berpotensi mengarah pada pemberian keterangan palsu.
Tim penasihat hukum terdakwa menilai perbedaan antara isi BAP dan dokumen autentik bukan sekadar kekeliruan, melainkan pola sistematis yang berpotensi menyesatkan proses peradilan.
Berdasarkan temuan tersebut, penasihat hukum terdakwa secara tegas mendesak Majelis Hakim menggunakan kewenangan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 174 ayat (2), (3), dan (4) KUHAP.
Pasal tersebut memberikan hak kepada hakim untuk memerintahkan penahanan saksi apabila terdapat dugaan kuat pemberian keterangan palsu di bawah sumpah.
“Klien selalu hadir menghormati proses persidangan. Saksi pelapor mangkir berulang kali, lalu muncul indikasi kebohongan serius. Penegakan Pasal 174 KUHAP menjadi ujian kesetaraan hukum,” tegas tim penasihat hukum terdakwa di ruang sidang.
Sorotan publik kini tertuju pada sikap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado. Keputusan yang akan diambil dipandang sebagai penentu arah penegakan hukum, sekaligus cerminan komitmen pengadilan menjaga marwah keadilan serta supremasi hukum.
Selain persoalan dugaan keterangan palsu, tim terdakwa juga menyiapkan argumentasi hukum lanjutan terkait daluwarsa penuntutan.
Apabila dalil tersebut terbukti, perkara berpotensi dinyatakan gugur demi hukum karena melampaui batas waktu penegakan pidana.
Perjalanan perkara 327/Pid.B/2025/PN Manado kini memasuki fase krusial. Putusan dan sikap Majelis Hakim kelak akan tercatat sebagai preseden penting, apakah pengadilan berdiri sebagai benteng keadilan yang tegas atau justru membiarkan praktik mangkir serta dugaan keterangan palsu menggerus kepercayaan publik.
(kontributor sulut, wahyudi barik)







