JAKARTA, TI – Euforia menyambut 80 tahun Indonesia merdeka, sudah mulai nampak dan dirasakan nuansanya di seluruh penjuru tanah air.
Sebuah perjalanan panjang bangsa Indonesia, pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 silam.
Menyambut peringatan HUT ke-80 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia seharusnya menjadi momentum refleksi mendalam bagaimana perjalanan bangsa Indonesia sejauh ini sehingga berada dititik saat ini.
Hal tersebut, disampaikan oleh ketua umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH yang menyoroti masih banyaknya masalah yang dihadapi bangsa sehingga berdampak pada keadaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dikatakan Turangan, bahwa dibalik euforia menyambut 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, tak bisa dipungkiri masih banyak berbagai tantangan yang masih menghantui negeri ini.
“Tak bisa kita pungkiri, tak bisa kita menutup mata bahwa dibalik euforia menyambut 80 tahun Indonesia merdeka, masih banyak tantangan dan masalah yang menghantui negeri ini, apakah kita sudah benar-benar merdeka dari belenggu masalah,? Apakah keadilan, keseteraan, dan kemakmuran sudah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia,? Ataukah dari tahun ke tahun kita tetap berada dalam lingkaran masalah yang sama, yang tak kunjung terselesaikan,?” Ujar Tommy Turangan SH.
Dikatakannya, pemerintah seharusnya menjadikan 80 tahun Indonesia merdeka sebagai refleksi dan evaluasi tentang berbagai program yang dilaksanakan, apakah sudah benar-benar menyentuh langsung ke rakyat, apakah sudah benar-benar memudahkan rakyat, ataukah hanya sebagai simbol tapi yang merasakan langsung hanyalah mereka para pejabat dan wakil rakyat.
“Berjuang tanpa kekerasan, dan menang tanpa merendahkan orang lain, sebuah kalimat peribahasa Jawa, namun realitanya kita masih menemukan banyak kasus kekerasan dan penindasan, intoleran dan lain sebagainya yang terjadi ditengah-tengah masyarakat,” jelas Turangan.
“Dalam beberapa kasus yang terjadi, kita masih melihat bagaimana ketidak-adilan itu terjadi, penindasan dan kekerasan terhadap kaum minoritas hingga berdampak pada trauma anak-anak, yang seharusnya kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang, dan ini menjadi semacam pekerjaan rumah bagi pemerintah dan wakil rakyat,” tambah aktivis pentolan FH Unsrat tersebut.
Lanjutnya, berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh tak ada kajian yang matang dari pengambil kebijakan, contohnya seperti pemblokiran rekening nganggur oleh PPATK, yang hanya menimbulkan kegaduhan dan keresahan ditengah masyarakat.
Dan akhirnya, pemblokiran rekening nganggur dibatalkan, karena timbulnya kegaduhan dan keresahan ditengah masyarakat.
Ia pun meminta agar pemerintah sebelum mengambil dan mengambil keputusan, harus benar-benar melihat apa yang dibutuhkan oleh rakyat, jangan sampai kebijakan yang diambil tidak memihak atau pro-rakyat.
Para petani khususnya, sebagai ujung tombak mewujudkan cita-cita swasembada pangan, harus benar-benar diperhatikan apa yang mereka butuhkan.
Namun saat ini, permasalahan ditingkat petani tak kunjung selesai, susah dan ribetnya petani mendapatkan benih, pupuk, obat-obatan pertanian, sampai pendampingan dari penyuluh dan susahnya mendapatkan alsintan modern, menjadi keluhan petani saat ini.
“Apalagi ditambah dengan harga produksi hasil pertanian yang tidak stabil, membuat petani sering melakukan alih fungsi lahan, hanya untuk mendapatkan keuntungan lebih guna keberlangsungan kebutuhan kehidupan mereka,” kata Tommy Turangan. (T2)*