Kebijakan Pemangkasan Dana Desa Picu Kepanikan, AMTI: “Kalau Bersih, Kenapa Takut?”

Berita Terbaru34 Dilihat

“APH Diminta Turun ke Desa, AMTI: “Dana Desa Bukan Untuk Segelintir Orang”.

Ketua LSM AMTI, Tommy Turangan, (foto istimewa)
Ketua LSM AMTI, Tommy Turangan, (foto istimewa)

TRANSPARANSIINDONESIA.CO.ID, MANADO,- Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, memangkas sebagian Dana Desa dan mengalihkannya ke program penguatan Koperasi Merah Putih memicu gejolak besar di tingkat Desa.

 

Kebijakan ini bukan hanya memunculkan kegaduhan politik, tetapi juga membuka ruang diskusi baru mengenai praktik pengelolaan anggaran desa yang selama ini dituding sarat penyimpangan.

 

Gelombang reaksi dari sejumlah kepala desa justru semakin menimbulkan tanda tanya publik, apa yang sebenarnya mereka pertahankan?.

 

Dalam sudut pandang Tommy Turangan, SH, Ketua Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI), kebijakan yang ditempuh Purbaya bukan sekadar reposisi anggaran, tetapi sebuah langkah reformasi radikal yang menyasar titik paling sensitif dalam pemerintahan desa — yaitu ruang gelap pengelolaan Dana Desa.

 

“Yang kini terjadi adalah kepanikan karena ladang korupsi mulai tertutup. Langkah Menteri Purbaya tidak mungkin berdiri sendiri, sudah pasti mendapat restu penuh dari Presiden Prabowo,” ujar Turangan dalam pernyataan resminya, belum lama ini.

Baca juga:  Diskominfo Kampar Gagal Total, Wartawan Soroti Kinerja Buruk

 

Turangan menegaskan bahwa perlawanan terbuka ataupun manuver diam-diam dari para kepala desa untuk menggagalkan Peraturan Menteri Keuangan tidak boleh dibiarkan.

 

Ia menilai bahwa reaksi keras sebagian kepala desa justru mengonfirmasi bahwa ada sesuatu yang janggal dalam pola pengelolaan anggaran selama ini.

 

“Saya imbau para kepala desa supaya tidak bermain-main. Jika mereka melakukan pergerakan untuk membatalkan keputusan ini, bukan tidak mungkin dana desa mereka akan ditelusuri hingga ke akar. Jangan marah hanya karena pintu pemasukan gelap ditutup,” sindirnya dengan nada tegas.

 

Lebih jauh, Turangan mengungkapkan bahwa persoalan korupsi dana desa tidak berdiri sendiri.

 

Menurutnya, perangkat desa kerap ikut terlibat dalam pola penyimpangan yang berlangsung bertahun-tahun.

 

Dirinya menyebut bahwa praktik seperti rekayasa nilai proyek, laporan fiktif, dan hambatan transparansi merupakan fenomena yang jamak terjadi.

 

“Ketidaksesuaian antara laporan dengan kondisi fisik proyek, sikap defensif aparat desa, dan minimnya akuntabilitas menunjukkan bahwa praktik korupsi di desa sudah terstruktur, sistematis, dan berjalan masif,” ungkapnya.

Baca juga:  Diduga Seorang Wanita Mengaku Pengacara Peras Kepala Sekolah SMAN 2 Bangkinang Kota

 

Melihat situasi yang semakin kompleks, Turangan mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun langsung ke desa-desa, bukan hanya menunggu laporan masyarakat.

 

Audit menyeluruh, pemeriksaan dokumen, dan pemanggilan pihak terkait dinilai harus segera dilakukan agar kebijakan reformasi ini tidak berakhir sebagai wacana.

 

“Jika dana itu digunakan dengan benar, tidak perlu takut. Kalau tidak ada korupsi, mengapa sampai turun ke jalan? Dana desa itu amanah rakyat, bukan milik kelompok tertentu. Publik kini sudah cerdas, dan era sembunyi-sembunyi dalam pengelolaan dana desa sudah berakhir,” tegas Turangan.

 

Dia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar semua pihak yang terlibat dalam praktik kotor, siapa pun mereka, harus diproses hukum tanpa kompromi.

 

 

(kontributor sulut, wahyudi barik)

 

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Banner Memanjang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *