
Minsel, transparansiindonesia.co.id – Dalam rangka mewujudkan program ketahanan pangan menuju desa swasembada pangan dan desa berdaulat pangan maka, pemerintah terus menggenjot program ketahanan pangan desa.
Tak tanggung-tanggung, setiap desa penerima manfaat anggaran dana desa diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan ketahanan pangan sebesar 20 persen anggaran dari pagu dana desa yang diterima masing-masing desa.
Untuk diketahui bahwa dana desa dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan pangan di desa.
Dimana pemerintah pusat mewajibkan alokasi minimal 20% dari dana desa untuk program ketahanan pangan, baik nabati maupun hewani.
Dana ini dapat digunakan untuk berbagai kegiatan seperti pengembangan pertanian, peternakan, perikanan, serta penguatan kelembagaan desa terkait pangan.
Ketahanan pangan desa merujuk pada kemampuan desa untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya secara mandiri dan berkelanjutan.
Beberapa aspek yang diperhatikan meliputi ketersediaan pangan, keterjangkauan, kualitas, dan nilai gizi pangan.
Ditahun 2025, pengelolaan ketahanan pangan wajib dikelola oleh badan usaha milik desa (BUMDes).
Sebagai program yang dilaksanakan melalui sumber anggaran dana desa, maka perlu dan sangat penting pengelolaannya dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Lembaga swadaya masyarakat aliansi masyarakat transparansi indonesia (LSM-AMTI) juga memberikan perhatian terhadap salah satu bidang dari program kerja pemerintah desa yang bersumber dari APBN (dana desa) tersebut.
Ketua umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH mengatakan bahwa pengelolaan ketahanan pangan harus benar-benar dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel oleh pihak pengelola dengan terus mendapatkan pengawasan dari pemerintah desa dan BPD serta pendampingan dari tenaga pendamping profesional Kemendes Republik Indonesia.
Karena, menurut Turangan apabila tidak pengelolaan tidak dilakukan secara profesional dan transparan, maka berpotensi terjadinya kecurangan dan penyelewengan terhadap pengelolaan ketahanan pangan desa.
“Ingat,, anggaran ketahanan pangan bersumber dari dana desa, jadi harus dikelola secara profesional, transparan dan akuntabel, dengan memperhatikan asas manfaat bagi masyarakat pedesaan, jangan hanya direalisasikan tapi tak memiliki dampak manfaat bagi masyarakat pedesaan terlebih peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Tommy Turangan SH.
Begitupun dalam perencanaan dan penentuan jenis usaha yang akan dikelola nanti, diharapkan dapat memperhatikan potensi desa, dapat menggerakkan perekonomian desa, dan mengakomodir masyarakat desa tersebut.
Agar nantinya, anggaran dana desa benar-benar memiliki dampak manfaat bagi masyarakat desa itu sendiri.
Seperti diketahui, BUMDes merupakan salah satu badan usaha yang ada didesa, tentunya pula dalam pengelolaan usaha yang dijalankan harus memperhatikan keuntungan yang akan didapat, dengan juga memperhatikan kesejahteraan para pengurus BUMDes.
“Dalam setiap pelaksanaan kegiatan, harus memperhatikan perencanaan, realisasi dan pertanggungjawaban, maka dari itu pentingnya para pengurus BUMDes dapat memahami tentang usaha dengan memperhatikan potensi dan keadaan desa. Jangan sampai pengelolaan ketahanan pangan hanya sampai pada perencanaan dan realisasi, sementara pertanggungjawaban tidak dilakukan, ini yang berindikasi adanya dugaan penyelewengan,” tegas Turangan.
Maka dari itu, LSM-AMTI mengajak kepada masyarakat desa untuk ikut terlibat langsung dan berperan aktif dalam pengawasan pengelolaan ketahanan pangan dan pengelolaan dana desa secara umum, guna memastikan pengelolaannya dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel.
“Pentingnya juga papan informasi dalam setiap kegiatan, termasuk kegiatan pengelolaan ketahanan pangan, apabila papan informasi tidak ada maka masyarakat wajib mempertanyakan kepada pihak pengelola, ayo mari kita awasi bersama penggunaan anggaran dana desa agar tepat sasaran dan bermanfaat guna bagi masyarakat desa,” ajak aktivis yang dikenal vokal memperjuangkan kepentingan rakyat tersebut.
Dengan pemanfaatan dana desa yang tepat, diharapkan ketahanan pangan desa dapat meningkat, sehingga masyarakat desa memiliki akses terhadap pangan yang cukup, terjangkau, dan berkualitas.
Hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan desa pada pasokan pangan dari luar, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. (Hen)*