Kampar, TI. Ratusan warga Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, menggelar aksi damai terkait polemik pola KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota) yang dijalankan oleh PT Ciliandra Perkasa. Aksi tersebut berlangsung sejak Senin (9/9) hingga Jumat (12/9), dengan memblokir jalur truk tronton pengangkut CPO (Crude Palm Oil) milik perusahaan agar tidak melintas di kawasan pemukiman warga Siabu.sabtu (13/9/25)
Awalnya, pola KKPA diletakkan di Desa Bandur Picak dengan pengurus koperasi pertama di bawah perjanjian yang dibuat pada masa kepemimpinan almarhum Bupati Kampar, Aziz Zainal. Kesepakatan itu menyebutkan masyarakat akan menerima kompensasi sebesar Rp500 juta setiap bulan selama pola KKPA berjalan layak, atau setidaknya selama tujuh tahun.
Namun, realisasinya jauh dari harapan. Warga hanya menerima kompensasi lancar selama setahun lebih. Setelah itu, hingga kini tidak ada lagi pembayaran kompensasi diterima masyarakat Siabu. Selain itu, lahan pola KKPA yang dikelola PT Ciliandra juga masih bermasalah. Sebagian masuk ke kawasan hutan lindung, sementara kebun sawit banyak yang terbengkalai sejak 2020 dan dipenuhi semak.
Warga bersama pengurus koperasi baru sempat melakukan mediasi difasilitasi Dinas Koperasi Kabupaten Kampar. Namun, hasilnya nihil karena perwakilan perusahaan yang hadir tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Pada Senin lalu, pengurus kembali bertemu Bupati Kampar Ahmad Yuzar, namun hasilnya tetap buntu. Warga merasa kecewa lantaran Bupati yang dijanjikan akan turun langsung ke lokasi aksi justru tak hadir. Sebaliknya, Kapolres Kampar datang dan hanya meminta warga membuka jalur bagi truk CPO perusahaan. Hal ini dinilai warga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada perusahaan.
Dalam aksi damai tersebut, warga menegaskan tidak akan melakukan tindak kekerasan maupun perusakan kendaraan perusahaan. Bahkan para sopir truk diberi makan oleh warga Siabu. “Kami hanya melarang truk CPO melintas karena muatan berlebih juga sudah merusak jalan desa kami,” ujar salah seorang warga.
Masyarakat Siabu menuntut agar:
1. Lahan KKPA dipindahkan dari Desa Bandur Picak ke Desa Siabu, mengingat perusahaan masih memiliki lahan di luar HGU yang luasnya bahkan melebihi HGU itu sendiri.
2. Kompensasi bulanan Rp500 juta kembali dikeluarkan sesuai perjanjian awal.
3. Dana CSR perusahaan benar-benar direalisasikan untuk masyarakat, khususnya bidang pendidikan dan pembangunan desa.j
4. Perusahaan memberikan manfaat nyata setelah lebih dari 30 tahun berdiri di Kampar.
Warga juga menyatakan kekecewaan karena selama ini yang didapat bukan kesejahteraan, melainkan beban hutang akibat pengelolaan koperasi lama.
“Sejak PT Ciliandra berdiri tahun 1992, masyarakat Siabu tidak pernah benar-benar merasakan manfaat. CSR pun tidak jelas. Sekarang sudah masuk masa replanting, tapi janji-janji manis dulu tidak pernah ditepati,” ungkap salah seorang warga depan media.







