Sulsel/transparansiindonesia.com – Penetapan status tersangka Djuli Mambaya yang tiba-tiba, dianggap oleh tim penasehat DJM yang tergabung dalam Fidelis Law Office dianggap sangat sarat kepentingan dan patut diduga merupakan pesanan dari oknum-oknum tertentu.
Menurut rilis pers yang dikeluarkan oleh tim penasehat hukum DJM yang terdiri dari, Sandy K Singarimbun SH, MH dan Albert Luter SH, mengatakan bahwa Djuli Mambaya (DJM) dilaporkan oleh Victor Datuan Batara (Wakil Bupati Tana Toraja) ke Polres Tana Toraja pada tanggal 16 Februari 2017 dengan laporan polisi: LPB/36/II/2017/SPKT, Victor melaporkan Djuli terkait status facebook DJM pada tanggal 13 Februari 2017 yang dianggap telah mengancam dan mencemarkan nama baik Victor.
Selanjutnya pada tanggal 30 April 2017, DJM telah di BAP oleh Polres Tana Toraja dàn DJM telah menjelaskan bahwa status tersebut tidak ditujukan untuk mencemarkan nama baik Victor namun ditujukan untuk mengkritisi masalah peredaran narkoba di Toraja dan masalah mangkraknya Bandara Buntu Kuni’.
Dalam postingan tersebut DJM tidak pernah menyebut nama seseorang termasuk nama Victor, adapun gambar yang disertakan merupakan peristiwa yang berbeda, dimana gambar tersebut merupakan gambar yang berkaitan dengan aksi unjuk rasa di Jakarta yang menyerang harkat dan martabat DJM dan saat ini tengah di sidik oleh Polda Metro Jaya.
Yang mengedit gambar dan menuliskan nama Victor dalam gambar tersebut bukan DJM melainkan wartawan dan telah dimuat di media online sebelumnya sehingga gambar tersebut menjadi milik publik dan semua bukti-bukti sudah diserahkan ke Penyidik.
Sejak 30 April 2017 sampai dengan tanggal 16 November 2017 tidak ada tindakan apapun dari Polres Tana Toraja, secara tiba-tiba pada tanggal 17 November 2017 Polres Tana Toraja menetapkan DJM sebagai tersangka.
Penetapan tersebut sangat janggal karena adanya pihak-pihak yg tidak terkait perkara telah mengetahui terlebih dahulu bahwa akan ada penetapan tersangka terhadap Djm dan Kasat Reskrim Polres Tana Toraja mengumumkan ke publik terlebih dahulu sebelum adanya penetapan melalui media online.
Bocornya informasi-informasi penyidikan tersebut sangat disayangkan karena akan memberikan kesan seolah- penetapan DJM sebagai Tersangka merupakan pesanan pihak-pihak tertentu. Dan penetapan tersangka tersebut seolah-olah untuk memuaskan oknum-oknum tertentu.
Jika hal ini banar-benar terjadi maka hal tersebut tidak sejalan dengan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian jo. Perkap No. 14 Tahun 2012 Tentang manajemen Tindak Pidana.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) Tommy Turangan SH, mengatakan AMTI dengan sikap tegas mengungkap fakta hukum dimana membongkar kejahatan Narkoba di Tanah Toraja, dimana ada yang ingin membongkar peredaran Narkoba yang merupakan musuh bersama elemen bangsa ini, kok ditersangkakan, “wah.. ada apa dengan hukum di Tanah Toraja… apakah karena ada pesanan dari pihak-pihak tertentu..??” kata Ketum AMTI Tommy Turangan.
Ia pun meminta kepada Kapolri untuk segera mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Tanah Toraja (Tator), karena dinilai mengesampingkan hukum, untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
“Melihat ini, ternyatabhukum dikesampingkan, untuk itu saya sebagai Ketum AMTI, meminta kepada Pak Kapolri untuk segera mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Tana Toraja dari jabatannya, jangan tutup mata dengan hukum hanya karena ada titipan-titipan dari pihak penguasa ataupun pengusaha, wahai penegak hukum bukalah mata, karena hukum adalah panglima.” tegas Turangan dengan berapi-api.
Jika benar informasi tersebut sengaja di bocorkan ke pihak-pihak yang tidak terkait maka tindakan penyidik tersebut bertentangan dengan Sumpah atau Janji anggota Kepolisian yang diatur dalam pasal 22 jo. Pasal 23 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepilisian dimana setiap anggota kepolisian dalam hal ini penyidik wajib memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus di rahasiakan. (red/TI)*