SULUT, TI – Sianida merupakan bahan kimia berbahaya jika salah dipergunakan, teringat kasus ‘Kopi Mirna’ yang memakan korban dan membuat heboh jagat saat itu.
Peredaran Sianida secara ilegal tentunya sangat berbahaya, bukan saja bagi kehidupan manusia tapi juga berdampak pada lingkungan yang bisa merusak dan mengancam manusia.
Bahan kimia sianida banyak dipergunakan di area pertambangan untuk proses menyepuh emas dan bahan logam lainnya.
Dan perhatian akan pengawasan peredaran bahan Sianida, mendapatkan sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI).
Dimana melalui Ketua Umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH mengatakan bahwa ada terkesan pemerintah sepertinya tutup mata dengan beredarnya bahan Sianida di area-area pertambangan seperti diwilayah Bolaang Mongondow dan Kabupaten lainnya di Sulawesi Utara.
Termasuk Aparat Penegak Hukum (APH) Kepolisian serta pihak Kejaksaan sendiri, buktinya baru empat hari Polres Kotamobagu berhasil menahan satu unit dump truk berisi 50 gelon sianida.
Namun sangat disayangkan hanya berselang waktu 1x 24 jam saja, petugas akhirnya melepas sopir beserta kendaraan hingga barang bukti dengan alasan memiliki surat izin.
Padahal memiliki bahkan menjual barang tersebut tidak sembarangan harus sesuai dengan Undang-undang berlaku.
“Siapa yang beli, alamatnya di mana, lembaga atau individu siapa sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) Nomor 7 Tahun 2022,” tegas Ketum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH.
Dirinya mengatakan kembali fungsi pengawasan, penindakan ada pada pihak Kepolisian dan Mendag, sementara pendistribusian itu menjadi kewenangan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
” Sulut ini sangat bebas menjual natrium sianida (NaCN) dan kalium sianida (KaCN), termasuk jalur perdagangannya ke tambang-tambang ilegal. Apalagi Bolmong raya hampir sebagian besar banyak tambang emas ilegal, makanya butuh perhatian ekstra dari Kapolda untuk memberantasnya,” tandas Turangan.
Seraya menambahkan kembali dalan Permendag nomor 7 tahun 2022 menyebutkan, zat berbahaya hanya bisa didistribusikan oleh 3 pihak. Yakni, distributor terdaftar (DT), importir terdaftar (IT), dan perusahaan industri (IP). Definisi terdaftar di sini adalah memiliki surat izin perdagangan khusus bahan berbahaya.
“Peraturan itu dibuat untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang tidak sesuai peruntukannya. Ada 162 bahan kimia berbahaya termasuk sianida dan arsenik,” ucap Turangan.
” Surat izin pun tak sembarangan bisa diperoleh, bagi pengusaha yang mendapat surat izin perdagangan khusus harus melengkapi data seperti tanda daftar perusahaan (TDP), angka pengenal importir produsen (API-P), KTP, NPWP bahkan surat rekomendasi pejabat industri yang berwenang. Surat izin itu pun hanya berlaku 3 tahun,” tambahnya.
Lebuh jauh lagi Turangan mengatakan, keperluan memperoleh sianida misalnya untuk penyepuh emas atau perak, pembuatan racun tikus, atau kepada peneliti untuk kepentingan pendidikan.
” Dan harus memiliki surat izin bahkan tertulis sesuai aturan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau memindah-tangankannya kepada pihak lain.
Selain itu, pendistribusiannya juga punya aturan tersendiri diperlukan lembar data keamanan atau yang disebut LDK. Itu memuat soal informasi penting dari bahan berbahaya tersebut, jenis bahaya yang ditimbulkan, penanganan bahaya hingga tindakan khusus saat keadaan darurat,” ungkap Turangan.
Seraya mengatakan kembali, LSM AMTI sangat berharap agar Kapolda dapat membongkar sindikat pemasok sianida ilegal yang masuk ke Sulut, tangkap pelakunya hingga pihak-pihak terkait dengan sengaja ikut bermain dalam pusaran penyaluran barang haram ini.
“Saya tantang Kapolda untuk berantas namanya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), serta keberadaan sianida ilegal yang sebenarnya sangat merugikan masyarakat sekitar dan Negara dari aspek Pajak Pertambangan,” tutup Turangan. (T2)*