SULUT, TI – Diduga masih bermasalah, LSM-AMTI meminta sekaligus mendesak agar Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo segera mencabut izin usaha kontrak karya dari PT. MSM Dan PT. TTN yang dimana kedua perusahaan tersebut dalam tahap operasi produksi emas dan perak sejak beberapa tahun lalu.
Ketua umum DPP Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI), Tommy Turangan SH mengatakan bahwa pihaknya juga terkait permasalahan kedua perusahaan tersebut sudah pernah melakukan aksi demo damai di depan kantor pusat beberapa tahun lalu.
Perusahaan PT. Maeres Soputan Mining (PT. MSM) dan PT. Tambang Tondano Nusajaya (PT. TTN) hingga saat ini masih terus beroperasi dan beraktivitas dikawasan pertambangan diwilayah Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara.
Padahal menurut Turangan kedua perusahaan tersebut masih bermasalah dengan lahan yang kasusnya telah sampai ke presiden Jokowi.
“Kasus permasalahan lahan yang melibatkan kedua perusahaan tersebut yakni PT. MSM dan PT. TTN telah sampai ke presiden Jokowi, dan kami mendesak agar pak Presiden melalui kementerian terkait untuk segera mencabut izin usaha dari kedua perusahaan tersebut,” tegas Tommy Turangan SH.
Dikatakan Turangan bahwa PT. MSM dan PT. TTN merupakan anak perusahaan dari PT. Archi Indonesia tbk.
“Pastinya, pihak LSM-AMTI akan kembali melakukan aksi demo damai di Jakarta apabila izin usaha dari kedua perusahaan tersebut belum dicabut, masalahnya adalah kedua perusahaan tersebut masih melakukan aktivitas diatas lahan yang masih bermasalah,” ujar Turangan.
PT. Meares Soputan Mining (MSM) adalah perusahan Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan perjanjian Kontrak Karya melalui Surat Persetujuan Presiden RI, Nomor : B-43/Pres/11/1986, yang ditanda tangani pada tanggal 2 Desember 1986 oleh Menteri Pertambangan dan Energi Republik Indonesia, sedangkan TP Tambang Tondano Nusajaya (TTN) dengan Surat Persetujuan Presiden RI Nomor : B/143/Pres/3/1997, ditanda tangani 28 April 1997, wilayah kerjanya berlokasi di Provinsi Sulawesi Utara.
Selain perusahan pertambangan Kontrak Karya (PT MSM) dan (PT TTN), telah diamandemen pada 23 Desember 2015, juga ada Perusahan Jasa Penunjang lainnya, yakni PT Karya Kreasi Mulia (KKM), yang ketiga-tiganya merupakan Anak Perusahannya PT ARCHI INDONESIA Tbk, selain Perusahan Kontraktor lainnya.
Dikatakan Nicolas, sesuai Pasal 125 Undang-undang (UU) No.3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang (UU) No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyarakan tanggung jawab kegiatan Usaha Pertambangan tetap dibebankan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan lebih khusus Undang-undang No.3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang (UU) No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahan yang telah memiliki izin resmi dan akan berproduksi harus terlebih dahulu menyelesaikan ganti rugi/pembebasan tanah atau lahan milik masyarakat yang berada di wilayahnya.
Dalam menjalankan operasi produksi Emas dan Perak, kedua perusahan Kontrak Karya (KK) sejak tahun 2011 nampaknya ada yang harus dikoreksi dan diberikan sanksi oleh pemerintah sampai pencabutan izin apabila tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baginya, yang menjadi dasar pengaduan adalah terkait permasalahan yang dialami oleh Klien kami yaitu Indria Woki Ngantung sebagai pemilik Enam (6) bidang tanah Hak Milik dengan luas lahan 305.950m² (30,595 Hektar) terletak di Kelurahan Pinasungkulan, Kecamatan Ranowulu, Kota Bitung, yang keseluruhannya berada di dalam wilayah Kontrak Karya PT Maeres Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN).
Pengacara ini menyebut, pada 27 April 2018, dihadapan Notaris di kota Bitung, klienya telah memberikan Kuasa Menjual kepada salah satu kontraktor perusahan pertambangan PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) Rafiuddin Djamir, sampai sekarang masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Manado Karya Anugerah (MKA).
Pada tanggal 3 Mei 2018, Rafiuddin Djamir bertindak sebagai penerima kuasa menjual enam (6) bidang tanah seluas 305.950 m² / 30,595 Hentar, kepada PT Karya Kreasi Mulia (KKM) berdasarkan enam (6) Akta Jual Beli (AJB), dengan nilai total Rp 6.010.000.000 (enam miliar sepuluh juta rupiah) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS), Diana E Sambiran SH MAP, di Kecamatan Ranowulu, kota Bitung, yang ditanda tangani oleh Hersapto Mulyono SH LL.M, saat itu sebagai Legal Manager PT MSM/PT TTM, berdasarkan Kuasa Khusus dari Direktur PT KKM, Rudy Suhendra, saat menjabat sebagai Presiden Direktur PT Archi Indonesia, Tbk.
Nicolas Besi, menjelaskan uang hasil penjualan objek tanah tersebut senilai Rp 6.010.000.000 tidak disampaikan dan atau diberikan oleh Rafiuddin Djamir senagai penerima kuasa kepada pemilik tanah Indria Woki Ngantung, sebagai pemberi kuasa, sejak diterbitkan Akte Jual Beli (AJB) tanggal 3 Mei 2018, hingga klien kami Indria Woki Ngantung, menempuh jalur hukum (Perdata) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bitung.
“Telah jelas dalam Akte Jual Beli (AJB) Nomor 21/2018 sampai dengan Nomor 26/2018, secara tegas termuat pada Pasal 6, apabila terjadi perselisihan Para Pihak dengan segala akibat hukumnya maka kedua pihak memilih tempat kedudukan hukum diselesaikan melalui pengadilan (Pengadilan) Bitung,” jelas Nicolas Besi.
Disebutkan, inti Gugatan Perdata itu adalah perbuatan melawan hukum bagi Rafiuddin Djamir, disebut sebagai tergugat I, PT Karya Kreasi Mulia (KKM), sebagai tergugat II, Hersapta Mulyono adalah tergugat III, dan tergugat IV, Rudy Suhendra.
Kemudian, lanjut kuasa hukum Nicolas Besi SH, bahwa Kepala Kantor Wilayah Kecamatan (Camat) Ranowulu, sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sementara (PPATS) disebut sebagai tergugat I, Yance Adolf Victor Mangare SH, selaku Notaris/PPAT kota Bitung, sebagai tergugat II, dan tergugat III PT Meares Soputan Mining (MSM).
Setiap persidangan perdata, biasanya didahului sidang mediasi para pihak dipimpin langsung oleh Hakim Mediasi. Namun ketika Hakim menanyakan untuk menunjukan dan memperlihatkan Bukti Kwitansi penyerahan uang dari Penerima Kuasa kepada Pemberi Kuasa, saat itu tidak dapat memperlihatkan bukti Kwitansinya, maka diputuskan oleh Hakim Mediasi untuk dilanjutkan ke sidang pokok materi,” ujar pengacara ini.
Dalam sidang selanjutnya, sebelum masuk pada pemeriksaan pokok materi, tergugat I sebagai Penerima Kuasa, mengajukan permohonan kompetensi relatif kepada Majelis Hakim. Singkatnya, pada sidang putusan pengadilan, Majelis Hakim menyetujui permohonan kompetensi relatif dari tergugat I, sebagai Penerima Kuasa (Pengadilan Negeri Bitung tidak berwenang untuk mengadili perkara dimaksud). Dalam pertimbangan majelis hakim, gugatan harus diajukan penggugat kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berada di wilayah hukum, para tergugat pokok menurut pilihan penggugat.
Adapun dikatakan pengacara ini, pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Manado dan kasasi di Mahkamah Agung RI, putusannya hanya memperkuat putusan sebelumnya di pengadilan kota Bitung tidak berwenang mengadili perkara tersebut atau kompetensi relatif dan pengadilan tidak memeriksa pokok perkara lebih lanjut (Putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung RI).
Melalui pengadilan, Nicolas Besi menuturkan bahwa pengadilan tidak menyentuh pokok materi perkara.
“Kami telah melayangkan surat pengaduan dan permohonan fasilitasi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mempunyai kewenangan memberi izin usaha pertambangan, membina, mengawasi sampai memberi sanksi sesuai peraturan perundang-undangan,” tuturnya lagi.
Kuasa hukum ini menyayangkan masalah ini bergulir penuh tanda tanya, yang seharusnya tidak terjadi dalam pengelolaan perusahan Kontrak Karya PT Meares Soputan Mining (MAM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTM), ketika Direktur PT Karya Kreasi Mulia (KKM) Rudy Suhendra, adalah Group/Anak Perusahan PT ARCHI INDONESIA, Tbk, dan saat ini Rudy Suhendra sudah menjadi Presiden Direktur (Presdir) PT ARCHI INDONESIA Tbk, mengetahui adanya perusahan yang harus membebaskan /ganti rugi adalah Kontrak Karya PT MSM/PT TTN, bukan PT Karya Kreasi Mulia (KKM) yang merupakan perusahan afiliasi.
“Sesuai Pasal 126 Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyebutkan : Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dilarang melibatkan Anak Perusahan dan atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakanya, kecuali dengan izin Menteri,” pungkas kuasa hukumnya Indria Woki Ngantung.
Baginya, seharusnya proses pembebasan lahan milik Indria Woki Ngantung, bukan melalui Akta Jual Beli (AJB) tetapi Akta Pelepasan Hak (APH) yang berarti hak atas tanahnya menjadi Tanah Negara, karena lahan tersebut adalah wilayah pertambangan /wilayah Kontrak Karya perusahan pertambangan dan apabila perusahan tambang itu telah selesai usahanya di wilayah tersebut akan diserahkan ke negara.
“Sebagai contoh, PT Newmont Minahasa Raya, setelah selesai aktifitasnya atau selesai beroperasi, semua asetnya termasuk tanah/lahan yang sudah dibebaskan ganti rugi harus diserahkan kepada pemerintah daerah,” cetusnya.
Sudah menjadi rahasia umum, sekarang ini sudah lebih dari 1000 hektar tanah yang telah dibebaskan dan diberikan ganti rugi kepada masyarakat melalui Akta Pelepasan Hak (APH) oleh PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) di wilayah kerjanya (Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung) Provinsi Sulawesi Utara.
“Sampai sekarang, Bukti Pembayaran dari PT KKM ke Rafiudin Djamir sebagai Penerima Kuasa, tidak pernah pernah menunjukan bukti pembayaran terakhir yang diminta oleh pemerintah Cq dan Ditjen Mineral dan Batubara, pada waktu rapat (zoom) pada tanggal 31 Mei 2023. Begitu juga Bukti Pembayaran /Penyerahan Uang senilai Rp 6.010.000.000 dari Rafiudin Djamir sebagai Penerima Kuasa, kepada pemilik tanah Indria Woki Ngantung, sebagai Pemberi Kuasa, tidak pernah ada dan tidak pernah diserahkan,” kata Nicolas Besi SH.
Akta Jual Beli (AJB) itu dibuat Pada 3 Mei 2023, itu boleh dikatakan Akta Formalitas, katena sebelum ditanda tangani Akta Jual Beli tersebut, dokumen dokumen harus menjadi pegangan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yaitu pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjual dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta bukti pembayaran/kwitansi ataupun bukti Transfer dari Rekening PT Karya Kreasi Mulia (KKM) sebagai pembeli kepada penjual (pemilik objek tanah) Indria Woki Ngantung (Pemberi Kuasa) yang diwakili oleh Rafiusddin Djamir, sebagai Penerima Kuasa. “Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak ada pada Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS), barangkali atau mungkin baru pertama kali terjadi di Indonesia,” sebut pengacara.
Nicolas Besi memaparkan kerugian kliennya, jika dihitung selain Rp 6.010.000.000. Besaran bunganya 6% per bulan dari Rp 6.010.000.000 selama 5 (Lima) tahun ditung sejak 3 Mei 2018 – 3 Mei 2023, senilai Rp 27.646.000.000 (dua puluh tujuh miliar enam ratus empat puluh enam juta rupiah) .
Lebih jelasnya pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha tambang di sulut, Kuasa Hukum Nicolas Besi, memaparkan bahwa sejak pemilik tanah Indria Woki Ngantung, memberi kuasa kepada Rafiudin Djamir sebagai Penerima Kuasa, sampai ke Notaris dan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 21/2018 sampai dengan Nomor 26/2018, pembayaran ganti rugi tanah milik Indria Woki Ngantung, sampai sekarang tidak pernah ada transaksi pembayaran atau penyerahan sedangkan objek tanah seluas 305,950 m² (30,595 Ha) yang berada di wilayah Kontrak Karya PT Meares Soputan Miming (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) telah dikuasai oleh perusahan tersebut.
Maka sesuai peraturan perundang-undangan khususnya UU No.3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 137 A angka I, menyebutkan Pemerintah Pusat melakukan penyelesaian permasalahan baik atas tanah untuk kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 134, 135, 136 dan Pasal 137.
Mengingat ketidak-patuhan kedua Kontrak Karya dalam mengelola usaha pertambangan di Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, kuasa hukum Nicolas Besi SH, telah melayangkan surat permohonan kepada Presiden RI, Joko Widodo.
Diapun menduga, Presiden Jokowi mengabaikan permohonannya, padahal masalah yang dialami oleh kliennya, harus diketahui dan dilakukan peninjauan kembali agar pak presiden tahu sebenarnya terjadi di perusahan pertambangan yang di sulawesi utara.
“Hingga kini, surat permohonan yang kami kirim ke pemerintah pusat belum ada tindak lanjut dari bapak Presiden,” ucapnya.
Kuasa hukum yang sudah melalang buana ini mendesak permasalahan di perusahan tambang di kabupaten minahasa utara dan kota bitung, bisa menjadi prioritas untuk pemberantasan oknum-oknum mafia tanah di wilayah pertambangan sulawesi utara. (T2)*