JAKARTA/Transparansiindonesia – Direktur Utama (Dirut) PT Media Nusantara Informasi (MNI) penerbit Koran Sindo Sururi Alfaruq meyakini persoalan karyawannya di daerah segera tuntas. Ia menilai, proses musyawarah kekeluargaan antara karyawan dengan pihak manajemen mengalami kemajuan yang sangat baik.
“Tinggal sedikit lagi yang belum selesai,” demikian ungkap Sururi dalam siaran persnya Senin (07/08). Menurutnya, sebagian besar karyawan Sindo di daerah sudah menemukan titik temu dengan manajemen dalam prosea musyawarah. Ia menegaskan, masalahnya sudah selesai. Karena itu, atas nama manajemen Koran Sindo dirinya meminta, agar semua institusi, lembaga, media, maupun organisasi yang dalam dua bulan terakhir memberikan perhatian intens terhadap persoalan intern Koran Sindo untuk menghormati apa yang dilakukan manajemen. “Agr sebagian kecil karyawan Koran Sindo di daerah, yang belum selesai masalahnya dan kini masih dalam musyawarah kekeluargaan dengan pihak manajemen, menghormati proses tersebut,” imbaunya.
Sururi menjelaskan, apa yang dilakukan manajemen dengan mengedepankan musyawarah kekeluargaan, ini atas arahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Ia menilai, tidaklah bijaksana ketika proses belum memenuhi titik temu, sudah terburu-buru melibatkan pihak lain. “Saya berharap, mereka bisa mengerti,” katanya pula.
Di sini ia menyinggung karyawan Koran Sindo Jatim, yang sangat aktif aksi di luar dengan melibatkan pihak lain. Padahal mereka masih berstatus karyawan dan terima gaji. “Saya yakin teman-teman Jatim, bisa menghormati institusi Koran Sindo sebagai tempat bekerjanya dan akan mengedepankan penyelesaian dengan musyawarah kekeluargaan dari pada ramai-ramai melibatkan pihal lain. Karena pelibatan pihak luar, akan memperlebar persoalan dan memperlama penyelesaian,” tutup Sururi pada siaran persnya.
Terpisah, Koordinator Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Joni Aswira mengingatkan, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, bahwa di sana mengatur (paling sedikit). Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; dan seterusnya. “Mengikuti paling sedikit saja, menurutku sudah sangat normatif. Artinya, karyawan bisa saja menuntut lebih tinggi dari normatif. Atau kebijakan setiap perusahaan bisa saja di atas normatif, seperti salah satu media tekemuka di Indonesia,” tandasnya. (red/TI)