MANADO, TI – Program Reklamasi Pantai Wilayah Manado Utara mulai dari Kelurahan Sindulang Satu hingga Kelurahan Tumumpa Kecamatan Tuminting terus menuai kontroversial.
Termasuk para Komunitas Nelayan hingga Masyarakat sekitar tempat tinggal. Bukan itu saja protes dari kalangan Akademisi hingga pihak LSM pun angkat bicara.
Sepertinya sebagian besar berharap agar kegiatan ini tak berkelanjutan mengingat, samping merugikan kelompok nelayan dan masyarakat juga bakal merusak habitat laut itu sendiri.
Namun karena ambisi para investor PT.Manado Utara Perkasa (MUP) terus memaksa melakukan penimbunan, dengan alasan bahwa pantai utara tidak biota didalamnya.
Mewakili Perusahaan MUP, Amos Kenda nota bene mantan Pejabat Pemkot Manado berdalih asal bunyi (Asbun) bahwa lewat penelitian bawah laut ternyata nihil. Hal tersebut terungkap saat dengar pendapat bersama Anggota DPRD Sulawei Utara.
Tentunya hal inilah langsung dibantah keras oleh salah satu Akademisi, Dr. Rignolda Djamaludin, salah satu juga pakar kelautan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dari Manado Scientific Expoloration.
Dr.Rignolda menegaskan bahwa pihaknya pernah memimpin tim sejak 2019 melakukan pemantauan penyelaman di pantai Teluk Manado.
“Kata pihak pengembang tidak ada terumbu karang mati dan hidup, padahal masyarakat bisa menangkap ikan termasuk ikan karang,” tandas Rignolda.
Ia juga mengatakan kembali, dalam dunia kerja geografi yang memahami cara citra satelit, diperoleh informasi bahwa alas dari pantai di Manado Utara adalah substrak keras yaitu karbonat sistem, berarti terumbu karang.
“Kalau katanya lumpur memang benar tapi mereka bilang tidak ada terumbu mati, dan tidak ada karang hidup itu dusta!.Saya sebagai orang kampus berkewajiban mengatakan yang sebenarnya,” tegas Rignolda didampingi beberapa perwakilan aliansi masyarakat.
Sementara itu Ketua LSM Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) Pusat, Tommy Turangan juga berpendapat sama pihaknya sangat mengecam jika kemudian dari kekayaan pantai yang telah lama ada, akan sirna seketika hanya karena keserakahan pihak-pihak pebisnis merusak biota bawah laut.
“Mereka nggak punya otak saja seenaknya mentang-mentang punya duit banyak lantas tidak memikirkan efek negatif di kemudian hari. Kita tak berkaca dengan reklamasi sebelumnya Boulevard Mega Mall serta Mantos. Walau sekarang kelihatan indah tapi berapa banyak yang korban,” tandas Turangan, saat awak media ini.
Harusnya kata Turangan, Pemerintah peka melihat permasalahan ini bukan main gampang saja permudah perizinan tanpa mengkaji atau study kelayakan lokasi pantai itu.
“Pak Menteri anda jangan tutup mata dan bisu lihat dulu jeritan para nelayan serta masyarakat sekitar. Mereka menolak keras reklamasi tapi Anda enak saja main tanda-tangan persetujuan memangnya di bayar berapa dari investor?,” tanya Turangan.
Seraya menambahkan lagi, Pihaknya akan terus melawan dan protes atas sikap pemerintah hingga pengusaha, jikalau reklamasi terus berlangsung.
“Akan mengawal semangat nelayan serta warga sekitar menolak reklamasi pantai utara, usir itu investor dari Daerah Sulut kalo berinvestasi hanya mengorbankan masyarakat setempat. Akan Kami lawan siapa saja terlibat dengan proyek ini,” tegas Turangan. (T2)*