Budayawan dan Seniman Minahasa, Yessy Wenas Tutup Usia

Nasional293 Dilihat

Jakarta, transparansiindonesia.co.id –  Balantika Musik dan Budaya, kehilangan sosok pribadi yang kaya akan karya dan karsa.

Tidak sedikit lantunan ciptaan Sang Maestro yang mengantar deretan Artis berkelas pada zamannya.

Katakakan, semisal Titiek Sandhora, dan sangat banyak para pelantun kidung karya Sang Maestro.

Dialah Jessy Wenas, Jumat malam hari, tanggal 18 Januari 2019, pukul 11.36 WIB menghembuskan nafas terakhir di RS Budhi Asih, Cawang, Jakarta Timur.

Dewan Pimpinan Pusat Kerukunan Kekuarga Kawanua (DPP KKK) beserta seluruh anggota dan jajarannya, di Jakarta bahkan diseluruh Tanah Air, merasa sangat kehilangan figur yang sangat sentral dalam mempertahankan nilai-nilai Budaya dan Kesenian Minahasa.

Almarhum sangat aktif dan tidak pernah kenal lelah dalam berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan sejati Sulawesi dan pencipta lagu.

Terlahir dengan nama Jehezkiel Robert Wenas di Tomohon, Sulawesi Utara, 14 April 1939. Yessy mengawali kariernya sebagai gitaris di kelompok Alulas yang sempat menjadi juara pertama dalam Festival Group Band di Hotel Homan, Bandung (1959).

“Saya sudah mengagumi bunyi gitar dan kebetulan ayah saya punya gitar. Bunyi gitar itu enak sekali rasanya,” katanya menceritakan ihwal kecintaannya pada gitar (27/4/2014).

Yessy kemudian bergabung dengan kelompok Aneka Nada pada 1961. Personelnya terdiri dari Guntur Soekarno Putra (gitaris ), Iwan (bassis), Indradi (drummer), serta Samsudin, Atjil, dan Memet Slamet (vokalis). Pada tahun yang sama Yessy mulai menciptakan lagu, di antaranya “Abunawas”, “Si Gareng”, “Kisah Setangkai Daun”, dan “Menuai Padi” untuk kelompok Yanti Bersaudara.

Baca juga:  Diduga Jadi Pemasok Solar Subsidi Ke Perusahaan Tambang, AMTI Minta Bareskrim Polri Tangkap Jibril

Dekade 1960-an dan 70-an merupakan masa produktif Yessy sebagai pencipta lagu. Mulai Ernie Djohan, Titiek Puspa, Bob Tutupoli, Elly Kasim, Ineke Kusumawati, Titiek Sandhora, hingga Patty Bersaudara antre menyanyikan lagu ciptaannya. “Saya mencipta lagu karena ada kebutuhan saja, studio meminta lagu lalu saya buatkan lagu” katanya.

Selain sebagai pencipta lagu, Yessy juga pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Pencipta Lagu Populer Indonesia (1970), wakil direktur di studio rekaman Metro Studio (1971-1974), kepala studio rekaman Yukawi (1975-1978), wartawan majalah Sonata (1979-1981), kolumnis musik dan seni budaya untuk surat kabar harian Sinar Harapan dan mingguan Mutiara (1981-1984), pemimpin redaksi majalah Duta Kawanua (1998-1999), dan pemimpin redaksi tabloid Palakat (1999-2000). Ketua Lembaga Kebudayaan Sulawesi Utara (LKSU) 2010-2015, Dewan Pembina Sanggar BAPONTAR hingga saat ini. (Berita Tagar, maret 2016)

Kini sosok beliau telah mendahului kita semua. Seorang yang dikenal sangat rendah hati dan selalu mau berbagi ini,
dalam berapa tahun terakhir masih sering menyempatkan diri untuk hadir dalam kegiatan kebudayaan bersama sanggar BAPONTAR yang sering menemaninya, dan sempat menerima penghargaan Lifetime Achievement, Anugerah Bakti Musik Indonesia tahun 2016 dari PAPPRI & becraft.

“Almarhum orang sangat baik, menjadi inspirasi bagi banyak insan musik Indonesia, beliau pencipta 313 buah lagu tidak pernah pelit untuk berbagi dengan kami generasi muda. Bersyukur tahun 2015, kami bersama almarhum dan sanggar Bapontar sempat hadir di undang oleh Presiden di Istana Merdeka pada kegiatan 17 agustus” tukas Beiby Sumanti pimpinan sanggar Bapontar.

Baca juga:  CEP Ikuti RDP Komisi XII DPR-RI Dengan Sejumlah Kementerian

Pencipta salah satu tembang yang cukup terkenal “Mengapa tiada maaf darimu” dipopulerkan oleh Yuni Sarah, menghabiskan masa terakhirnya bersama Wenny Pakasi isteri tercinta dan sanggar Bapontar dalam beberapa kegiatan terakhir. “Kami sangat kehilangan sosok kebanggaan masyarakat kawanua (sulut) bahkan Indonesia ini, beliau sejak awal berdirinya sanggar kami (Bapontar) sudah menjadi pembina, dan saya bersyukur di sela masa perawatannya saya sempat mengajaknya bersama dengan isterinya jalan-jalan ke rumah Apung sentul sambil mendengarkan beberapa lagu ciptaannya, dan saya selalu membawakan kukis (kue) kesukaannya. Sangat bangga bisa bersama almarhum di hari-hari terakhirnya”.

Almarhum tutup usia 80 tahun pada hari jumat malam pukul 23.36 WIB di RS Budi Asih, Cawang, Jakarta Timur. Saat ini jenasah disemayamkan di Rumah Duka Cikini Ruang 1 (satu). Rencana jenasah almarhum akan dikebumikan di kampung halamannya Tomohon, sulawesi utara dan akan diberangkatkan menuju manado pada hari minggu jam 12 malam. Indonesia kehilanganmu, masyarakat sulut dan kawanua merasakan duka atas kepergianmu, terima kasih atas karya & jasamu bagi sulawesi utara dan Indonesia. Akan selalu dikenang.

Jenazah hari ini Senin, 21 Januari 2019, tiba di Manado dan akan di semayamkan 1(satu) malam di Gereja Advent Sario, Manado.

Besok 22 Januari 2019, akan dimakamkan di Tomohon, Sulawesi Utara.

 

(red)*

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *